Kamis, 09 Oktober 2008

Ada Apa dengan Mertua?

Sejak saya menikah, hingga anak saya berumur tiga bulan, saya hidup serumah dengan mertua. Hampir setahun saya mengarungi kehidupan serumah dengan orang tua asli isteri saya. Suka dan duka, pahit dan manis, tentu menjadi lauk pauk yang pernah saya lahap ketika itu.

Menjelang satu tahun pernikahan saya, saya berusaha sekuat tenaga untuk mencari rumah baru. Artinya saya mencoba untuk lepas dari rumah mertua saya. Dengan niat: Ingin lebih mandiri. Saya berhasil membeli sedikit tanah yang sudah ada rumahnya. Walaupun uang yang untuk membeli bukan murni dari kocek saya. Termasuk ada di dalamnya adalah uang pinjaman dari orang tua saya.

Sejak itu, saya pindah dari rumah mertua dan menempati rumah saya yang baru. Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Anak dan isteri saya selalu sakit, selama menempati rumah itu. Batuk, seolah tak pernah berhenti menyerang anak dan isteri saya. Mungkin karena temperatur daerah itu yang sangat dingin bagi ukuran anak dan isteri saya. Apa boleh buat, ahirnya rumah itu saya jual. Saya beranggapan rumah itu tak layak huni bagi kesehatan keluarga saya. Saya dan keluarga kembali ke rumah mertua. Saya kembali hidup serumah dengan bapak ibu isteri, adik dan kakaknya.

Seiring dengan dijualnya rumah kami, usaha saya juga tak menampakkan ada peningkatan. Apa-apa serba mahal. Modal yang ditanam tak sebanding dengan keuntungan yang saya peroleh. Sampai uang hasil menjual rumah saja nyaris habis tanpa bekas. Tak bisa saya gunakan kembali untuk membangun rumah baru.

Saya kembali belajar untuk hidup serumah dengan mertua. Teman-teman saya selalu mengatakan. “Kamu terlalu kuat untuk hidup dengan mertua. Apa resepnya?” saya tersenyum saja ditodong dengan pertanyaan semacam itu.

Mertua, bagi sebagian orang adalah sosok yang menakutkan. Momok besar bagi mereka yang terpaksa harus hidup serumah dengannya. Atau bahkan ada sebagian teman saya yang mengatakan, bahwa mertua adalah pembunuh kebebasan. Alasan teman saya karena katanya ia akan serba tidak bebas jika akan berlaku seenaknya di rumah mertua. Seperti pagi masih duduk di rumah sambil nonton TV, tidur di siang bolong saat orang lain sedang ada di tempat kerja dan sebagainya.

Saya tidak seratus prosen menyalahkan argumentasi teman saya itu. Tapi juga tidak mendukung seratus prosen atas apa yang ia katakan. Sebab tinggal dari sudut mana kita memandang mertua.Yang jelas hidup serumah dengan mertua itu harus mempunyai batas-batas tertentu. Tak hanya dengan mertua, hidup dengan siapapun sudah pasti harus ada batas-batas tertentu yang harus kita terapkan. Namun demikian, saya mempunyai resep tersendiri, kenapa saya tahan lama hidup serumah dengan mertua, padahal ada adik dan juga kakak isteri saya yang masih ada di rumah itu.

Yang pertama karena saya belum mampu lagi untuk secepatnya mencari rumah baru. Dengan kondisi seperti itu, akhirnya mau tidak mau saya harus serumah dengannya.

Saya mencoba belajar, bahwa orang tua isteri saya adalah orang tua saya juga. Dan bukan orang lain. Adik dan kakak isteri saya adalah adik dan kakak saya juga. Merekapun bukan orang lain.

Dan setelah menerapkan prinsip itu ternyata persaudaraan menjadi lebih erat. Sebab antara kami dan mereka bukanlah siapa-siapa. Toh setelah menikah, ”birrul walaidain” kita tak hanya sebatas kepada bapak dan ibu kita yang asli saja, tapi harus juga kepada orang tua isteri kita. Dengan resep itulah, saya bisa menganggap bahwa mertua adalah orang tua saya. Mertua adalah bukanlah sosok yang menakutkan selama perbuatan kita tidak keterlaluan. Dan yang lebih penting mertua adalah figur yang tidak boleh kita bedakan dalam hal berbakti padanya, selama masih dalam koridor syari’atNya. Termasuk hormat kita padanya adalah sama seperti hormat kita kepada orang tua asli kita.

sumber :
eramuslim (Sus Woyo)
26 Jul 06 06:28 WIB

Agar Istri Menghormati Suami

Moga berguna buat bekal temen temen yg bentar lagi mo nikah..heheheh :))
Apakah Anda sedang berusaha memperbaiki atau meningkatkan kualitas hubungan Anda dengan sang Istri? Ikutilah saran-saran berikut ini dan coba buktikan apa yang bisa dihasilkannya terhadap hubungan Anda berdua.


1. Jika Anda bersedia mendengarkan dan menerima nasehat/masukannya

Seringkali masukan sang istri sangat berharga, baik karena cara berpikirnya yang lain dibandingkan cara berpikir pria, sekaligus juga karena ia adalah seseorang yang berdiri di luar masalah Anda secara pribadi, namun yang terlibat dengan diri Anda dengan begitu dekatnya. Ketika seorang suami bersedia menghargai pendapat istri, kekaguman dan respek istri justru akan semakin besar.


2. Jika Anda bersedia menerima koreksi dari istri

Sebagian besar pria enggan untuk menerima koreksi disebabkan khawatir, kedudukan atau image mereka sebagai pemimpin akan luntur. Namun sesungguhnya, kerendahan hati untuk menerima koreksi dari orang yang paling dekat ini biasanya menunjukkan bahwa Anda akan lebih mudah terbuka terhadap koreksi dengan orang lain. Lagipula dalam hubungan yang sehat, ketika seorang suami bersedia mengakui kelemahan, kesalahan maupun kekurangannya, istri akan tahu bagaimana ia berperan untuk menjadi penolong yang baik bagi pasangannya ini, dan dengan demikian kasih diantara pasangan akan mengalir dengan lebih tulus.


3. Jika Anda meminta pendapatnya mengenai seperti apakah seorang suami yang ia harapkan

Hal ini sebetulnya lebih kepada berusaha membuat istri Anda bahagia karena Anda menaruh perhatian dengan apa yang akan membuatnya senang, bahagia dan puas, dalam hal hubungannya dengan Anda. Tentu saja sulit bagi Anda untuk memenuhi semua idealnya, tetapi dengan menanyakan ia tahu Anda ingin berusaha membahagiakannya, dan ini akan membuatnya sangat menghargai Anda.


4. Jika Anda mau mencari tahu makna sesungguhnya dibalik pendapatnya

Terkadang istri Anda akan mengatakan bahwa Anda "selalu" begini atau begitu, jika Anda tidak benar-benar merasa "selalu" begini atau begitu, jangan terburu-buru mengkonfrontasikannya dengan mengatakan: "Masak sih aku "selalu" begitu? kamu berlebihan, aku tidak pernah merasa begitu!" Suami yang bijak akan melihat ke balik perkataannya. Kata "selalu" mungkin dimaksudkannya untuk menekankan suatu pokok persoalan. Namun jika Anda berkebaratan, mengkomunikasikannya dengan istri untuk mendapatkan konfirmasi yang sesungguhnya dari pilihan katanya itu, jauh lebih bijaksana. Mintalah ia memikirkannya lagi dalam satu-dua hari, apakah ia benar-benar memaksudkannya demikian. Jangan seperti kebanyakan pria yang menolak mendengarkan koreksi atau harapan istri hanya karena istri mempergunakan pilihan kata yang tidak sesuai dengan Anda.


5. Jika Anda bersedia meresapkan perkataanya

Tahanlah diri Anda untuk tidak segera memberi tanggapan sampai Anda sepenuhnya bisa menerima apa yang disampaikannya, baik yang tepat maupun yang tidak tepat. Jika Anda harus menyampaikan ketidaksetujuan Anda akan pendapatnya, tunggulah beberapa waktu dulu, sehingga ia tahu Anda sudah benar-benar memikirkan masukannya. Dan jika Anda menyampaikan "pembelaan" Anda terhadap pendapatnya, bisa jadi itu juga akan membuatnya semakin memahami Anda dengan benar, dan pada waktu-waktu selanjutnya, sikap Anda tidak disalah mengerti lagi.


6. Jika Anda bertanggung jawab atas kelalaian Anda

Sikap ini merupakan teladan yang terpuji, baik bagi anak-anak maupun pasangan Anda. Hal ini memberikan rasa aman, sebab mereka dapat mengandalkan Anda. Gagasan yang bagus juga jika Anda menetapkan aturan bersama mengenai sanksi apa yang patut Anda terima jika Anda berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya.


7. Jika Anda bersedia meminta maaf

Permintaan maaf yang tulus memulihkan hubungan yang tidak nyaman. Mungkin Anda pernah bersikap tidak menghargai pendapat atau masukannya di waktu lalu, maka dia enggan untuk memberikannya ketika Anda memintanya. Dengan meminta maaf, komunikasi bisa dimulai kembali. Mungkin Anda pernah berlaku egois atau menyepelekannya, istri biasanya sensitif dengan hal ini. Meminta maaf perlu sekali untuk memulihkan segalanya.


8. Berterima kasihlah atas nasehatnya

Ungkapan terima kasih ibarat aspal untuk menghaluskan jalan. Dengan melapisi komunikasi Anda dengan memberikan ungkapan terima kasih yang tulus atas masukan istri, ia akan menjadi lebih lembut dalam berkomunikasi dengan Anda, sebab ia tidak perlu mengomel kepada seseorang yang berterima kasih padanya. (Hanya, jangan sampai ungkapan terima kasih ini sekedar olok-olokan, supaya ia menghentikan pendapatnya!!)

Boleh Berduaan Bila Terawasi

Kutipan dari buku Muhammad Shodiq, Wahai Penghujat `Pacaran Islami'
(Surakarta: Bunda Yurida, Desember 2004), Bab 3, akhir pasal ketiga:

"`Awaslah kalian masuk ke tempat wanita.' Seorang pria Anshar bertanya, `Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan ipar [dan semisalnya dari kalangan
kerabat suami, seperti anak paman dan lainnya]?' Beliau menjawab, `Ipar itu maut.'" (HR Bukhari dan Muslim) "Janganlah seorang lelaki berduaan dengan seorang perempuan, kecuali disertai mahramnya." (HR Bukhari) "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir janganlah ia berduaan dengan lawan-jenis yang tidak didampingi muhrimnya. Sebab, bila demikian, syetanlah pihak ketiganya." (HR Ahmad)

Mungkin atas dasar sabda-sabda itu, sebagian orang mengharamkan
segala macam aktivitas berduaan pria-wanita yang tidak ditemani muhrim. Ada yang berpandangan, ngobrol berdua dan jalan-jalan berdua merupakan "perbuatan dosa" (JNC: 173). Pergi berdua ke tempat pengajian pun, menurut mereka, tergolong "berkhalwat" yang terlarang (KHP: 153). Kata mereka pula, berkencan (berjanji untuk bertemu) sudah tergolong "maksiat" (PDKI: 69).

Kita terimakah pandangan mereka itu? Tidak! Mengapa? Karena, sebagaimana dalam persoalan ikhtilat dan asmara pranikah, pemahaman mereka terhadap hadits-hadits itu belum memadai. Kali ini, mereka belum menghimpun semua hadits (shahih dan hasan) mengenai `berduaan'. Padahal, sebagaimana tersebut di bawah, ada hadits-hadits shahih lain yang menunjukkan, ada kalanya berduaan itu tidak tercela.

Dapatkah dua macam hadits yang kelihatannya bertentangan tersebut
dijamak (dikompromikan)? Ya. Mengapa? Karena yang satu (yaitu yang menunjukkan larangan berduaan) bersifat `âm (umum), sedangkan yang lainnya (yaitu yang menunjukkan bolehnya berduaan) bersifat khâs (khusus). Menurut kaidah ushul fiqih, dalam penjamakan begitu, dalil yang khâs lebih diutamakan daripada yang `âm. (Lihat MTKDS: 134-146.) Hasilnya, dapat kita nyatakan bahwa kita boleh berduaan dalam keadaan tertentu, tetapi tidak boleh berduaan dalam keadaan lain.

Salah satu hadits shahih yang menunjukkan bolehnya kita berduaan
adalah sebagai berikut: Ada seorang perempuan Anshar mendatangi Nabi saw, lalu beliau berduaan dengannya dan berkata: "Demi Allah! Sungguh kalian [orang-orang Anshar] adalah orang-orang yang paling aku cintai." (HR Bukhari dan Muslim) Melihat hadits ini, Imam Bukhari menyatakan, kita boleh berkhalwat "di dekat orang banyak" (KW2: 124).

Maksudnya, menurut Hafizh Ibnu Hajar, Nabi saw. tidak berkhalwat dengan nonmuhrim, kecuali bila keadaan mereka berdua tidak tertutup dari pandangan mata orang lain dan suara mereka berdua dapat terdengar orang lain, walaupun orang lain itu tidak bisa menangkap dengan jelas apa yang mereka perbincangkan (FBSSB11: 246-247). Jadi, bukanlah tak berdasar jika kita nyatakan: Kita boleh berduaan bila
terawasi, yaitu dalam keadaan yang manakala terlihat tanda-tanda zina, yang `kecil' sekalipun, "akan ada orang lain yang menaruh perhatian dan cenderung mencegah perbuatan ini". (MCMD: 130)

Hadits tersebut juga menunjukkan, dalam pemahaman Ibnu Hajar, bahwa
ngobrol berdua dengan nonmuhrim secara rahasia (isinya tidak tertangkap orang lain) pada dasarnya tidak tercela. Sekalipun obrolan itu berisi "curhat masalah pribadi" (JNC: 43), itu pun masih tidak tercela. Apalagi, ada hadits shahih lain tentang curhat Ummu Darda kepada Salman, saudara-angkat Abu Darda (suami Ummu Darda): "Salman
melihat Ummu Darda memakai pakaian yang sudah usang. Karena itu, ia bertanya: `Ada apa denganmu?' Ummu Darda menjawab: `Saudaramu, Abu Darda, tidak begitu peduli pada dunia.' ...." (HR Bukhari) Tidak tercelanya curhat masalah pribadi dan khalwat yang terawasi itu tersirat pula dalam hadits shahih berikut ini.

Ada seorang wanita punya persoalan yang mengganjal pikirannya. Dia [menemui Nabi saw. lalu] berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ada perlu denganmu." Nabi saw. menjawab, "Wahai Ummu Fulan! Pilihlah jalan mana yang kamu inginkan, sehingga aku bisa memenuhi keperluanmu!" Kemudian beliau pergi bersama perempuan itu melewati satu jalan sampai keperluannya selesai. (HR Muslim)

Di samping tentang curhat dan berduaan, hadits yang baru saja kita baca ini mengandung peristiwa kencan juga. Dengan demikian, kencan (saling bertemu di tempat yang disepakati) bukanlah khalwat yang terlarang. Bahkan, kendati kencan itu berlangsung antarlawan-jenis yang dilanda asmara, itu pun tidak tercela. (Lihat pula hadits yang disebut di Bab 2, yaitu yang mengisahkan percintaan seorang pemuda
dengan seorang gadis Hubaisy.)

Namun, tentu saja, syarat `terawasi' harus terpenuhi. Jika tidak, maka kita harus memperhatikan nash-nash yang telah kita simak tadi, yaitu yang menunjukkan larangan khalwat. Kalau berduaan "tanpa sepengetahuan orang lain" (PIA: 37), maka khalwat itu menjadi terlarang.


Daftar Pustaka

FBSSB Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bârî fî Syarh Shahîh al-Bukhârî

JNC Oleh Solihin dan Iwan Januar, Jangan Nodai Cinta (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)
KHP Robi'ah Al-Adawiyah, Kenapa Harus Pacaran?! (Bandung: DAR! Mizan, 2004)
KW Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, enam jilid, terj. Chairul Halim & As'ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 1997-1998)

MCMD Aisha Chuang, Manajemen Cinta Musim Dingin: Ada ukhuwah abang disayang, tak ada ukhuwah abang ditendang (Surakarta: Bunda Yurida, 2003)

MTKDS Muhammad Wafaa, Metode Tarjih atas Kontradiksi Dalil-dalil Syara', terj. Muslich (Bangil: Al-Izzah, 2001)

Bila Bosan Melanda Rumah Tangga

Rasa bosan pasti pernah singgah dalam kehidupan rumah tangga Anda. Bahkan mungkin suatu waktu akan datang kembali. Perasaan bosan itu ibarat gelapnya malam yang memang harus Anda lalui untuk kemudian Anda menikmati indahnya pagi dan hangatnya mentari.

Rasa bosan dalam kehidupan berumah tangga adalah wajar, mengingat memang tidak ada yang sempurna dalam kehidupan di dunia ini. Maka setinggi apa pun prestasi, kebaikan atau keistimewaan, selama masih ada di dunia, pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Artinya seistimewa apapun pasangan hidup Anda, pasti punya kekurangan. Akibatnya kebosanan-kebosanan menyergap kehidupan rumah tangga Anda. Tiba-tiba Anda merasa bosan pada keadaan rumah, bosan terhadap penampilan pasangan, bosan terhadap keadaan anak-anak, atau bosan menghadapi segala permasalahan rumah tangga.

Rumah tangga yang disergap kebosanan biasanya diwarnai dengan sikap yang serba tidak maksimal. Suami tidak maksimal mengelola ke-qowamannya dalam rumah tangga sehingga berimbas pada sikap istri yang juga tidak maksimal dalam melayani suami, juga dalam menjaga amanah rumah dan anak-anak. Bisa jadi, suami-istri pun tidak maksimal mengekspresikan rasa cinta kasihnya. Akibatnya muncul ketegangan atau bahkan sikap apatis, suami-istri berjalan sendiri-sendiri mengikuti idealisme masing-masing. Rasulullah SAW mewanti-wanti agar jika muncul rasa bosan atau jenuh, pelampiasan yang dipilih hendaknya tidak keluar dari kebenaran sebagaimana sabda beliau ini :

"Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat itu ada masa futur (bosan). Barang siapa yang ketika futur tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuj dan barangsiapa yang ketika futur berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat" (Al-Bazaar)

Penyebab Munculnya Rasa Bosan

Rasa bosan dalam kehidupan rumah tangga berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Secara internal, rasa bosan seorang suami atau istri berkaitan dengan apresiasi dirinya terhadap kondisi rumah tangganya. Mungkin seorang suami melihat keadaan rumah yang tidak rapi setiap pulang kerja. Atau istri mendapati suami pulang kerja dengan setumpuk permasalahan kantor yang kemudian menjadi pekerjaan rumah. Tidak ada waktu untuk bercengkrama atau sekedar ngobrol sehingga rumah tangga rasanya seperti angin lalu, tanpa ruh. Atau suami mengingnkan istri siap jika dia memerlukan teman diskusi pekerjaan kantor. Di sisi lain suami tidak peduli pada pekerjaan rumah tangga istri yang tidak henti-hentinya. Artinya, di satu sisi suami atau istri mengharapkan pasangannya memahami namun di pihak lain tidak ada itikad yang memudahkan harapan itu bisa terealisasi.

Secara eksternal, sebab-sebab munculnya rasa bosan berasal dari hal-hal di luar diri. Mungkin memang sudah saatnya Anda mengubah posisi tempat tidur atau mengganti gorden kamar Anda. Mungkin saatnya juga Anda mengganti warna cat rumah dengan warna yang lebih segar. Anda juga mungkin sudah saatnya mencoba menu makanan baru atau mengganti penampilan di depan suami Anda.

Ada tiga hal yang diindikasikan menjadi penyebab munculnya rasa bosan untuk Anda kenali:

1. Anda melakukan kesalahan berulang-ulang. Bisa jadi istri memasak terlalu asin dan itu terjadi berulang kali untuk masakan kesukaan suami. Istri kembali memakai baju warna gelap yang tidak disukai suami. Atau suami selalu menyimpan baju-baju kotor di belakang pintu sehingga istri harus sering razia baju kotor. Dengan demikian Anda berdua sudah terperosok dua kali pada lubang yang sama. Akibatnya Anda berdua merasa bosan dengan keadaan yang terus berulang, sementara Anda berdua tidak menghendaki keadaan seperti itu terjadi.

2. Beban Anda memang berat dan tidak pernah henti. Mungkin istri aktivis kegiatan sosial atau bahkan bekerja sehingga ketika sampai di rumah ingin suasana yang sedikit santai untuk mengendorkan urat saraf, sementara suami datang dengan segudang permasalah kantor dan tuntutan pelayanan dari istri. Atau mungkin kondisi ekonomi rumah tangga kurang mencukupi sehingga suami dan istri harus sama-sama bekerja keras. Kendati begitu ternyata gaji berdua tidak cukup untuk membayar rekening-rekeining tagihan. Fisik lelah dan fikiran jenuh, akhirnya tidak ada waktu lagi untuk sekedar bermanis-manis dengan pasangan. Yang ada adalah ketegangan-ketegangan yang lama kelamaan menimbulkan kebosanan-kebosanan dalam menghadapi permasalahan hidup.

3. Idealisme Anda terlalu tinggi. Apapun yang tidak seimbang akan berakhir pada kebosanan. Harapan yang terlalu tinggi pada pasangan akan menimbulkan kekecewaan jika ternyata pasangan tidak mampu memenuhi harapan Anda. Misalnya saja, Anda menginginkan suami selalu bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan karena bagi Anda suami ideal adalah suami yang selalu tegar menghadapi masalah rumah tangga. Namun ternyata suami Anda malah down. Anda mengharapkan istri Anda bisa berbisnis sepeerti istri-istri yang lain yang bisa menambah income bulanan dengan berbisnis busana muslim. Kenyatannya istri tidak berbakat dagang sehingga tidak balik modal. Akhirnya Anda patah arang, lalu malah tidak semangat lagi mengejar harapan itu. Akhirnya Anda pun bosan mengejar sesuatu yang memang tidak bisa ANda paksakan kepada pasangan Anda.

Kebosanan yang Melahirkan Kekuatan Baru

Tidak sedikit orang yang menjadikan kebosanan sebagai antiklimaks yang mengawali sikap atau perilaku buruk. Mereka berdalih mencari kompensasi rasa bosannya itu dengan mengerjakan hal-hal negatif dengan dalih untuk mencari suasan baru. Padahal jika disikapi dengan baik, kebosanan akan memunculkan kreativitas yang melahirkan kekuatan baru.

Berikut Tips-tips yang bisa Anda Simak :

a. Perbarui niat. Setelah sekian lama berumah tangga, ada saatnya Anda berdua menekan tombol pause untuk merenung. Mungkin karena kesibukan urusan kantor atau rumah, Anda berdua tidak sempat saling mengingatkan pada niat semula menjalani rumah tangga sebagai ibadah. Anda berdua perlu mengukur kembali keikhlasan Anda dalam menghadapi berbagai problematika rumah tangga, Keikhlasan adalah sumber kekuatan jiwa dan fisik sehingga Anda akan kuat menjalani kondisi apapun dalam hidup.

b. Susunlah perencanaan dan manajemen rumah tangga Anda. Kebosanan banyak datang karena tidak adanya perencanaan dan manajemen yang baik dalam menata aktivitas rumah tangga. Akibatnya tenaga, pikiran, waktu dan dana tidak terpakai untuk hal-hal penting.

c. Pahami keutamaan-keutamaan amal. Allah akan memberikan ganjaran untuk pekerjaan yang dilakukan dengan dasar ikhlas dan benar. Lelahnya suami mencari nafkah dihitung sebagai fi sabiilillah. Peluh, kelelahan dan kesulitan dalam mencari nafkah akan memperoleh pahala besar. Pekerjaan istri mengurus rumah tangga dengan benar dan ikhlas akan mengantarkannya ke surga yang dijanjikan Allah kepada hamba-Nya yang beramal shaleh.

d. Ajaklah pasangan Anda melakukan ibadah sunnah berdzikir, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah ketika kita diterpa kegelisahan dan rasa bosan adalah di antara kebiasaan yang dilakukan salafuushaleh. Allah akan menyertai orang-orang yang menjalankan amalan-amalan sunnah setelah menjalankan amalan-amalan wajib.

e. Bercerminlah pada orang lain. Anda berdua bisa bertanya kepada orang-orang tua atau yang lebih berpengalaman tentang kiat-kiat mereka mengatasi kelelahan atau kebosanan dalam menjalani cobaan-cobaan hidup. Uraian mereka akan memacu semangat Anda dalam mengatasi kebosanan.

***

Tulisan ini diambil dari majalah Safina, No 5/ Th II bulan Juli 2004

Ukhti,...Bolehkah Aku Meminta Fotomu?

Ukhti,...sebelum tiba ke dalam gerbang pernikahan biasanya engkau akan mengalami ihwal melihat calon pasanganmu. Baik si dia maupun engkau masing-masing ingin tahu lebih banyak tentang calon yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dan,..memang itu tidak salah bahkan islam menganjurkan agar calon suami ukhti melihat dirimu, karena agama kita ini adalah agama yang hanif yang tidak memuat kecurangan ataupun membuat rugi pemeluknya maka engkau akan melihat betapa sempurnanya dienmu ini.Bila masa itu tiba, dan engkau ingin dilihat olehnya, maka persiapkanlah dirimu dengan sebaik-baiknya biarkan ia melihatmu jangan engkau tutupi segala kekurangan yang ada padamu karena itu akan membawa penyesalan nantinya adapun kelebihan yang ada pada dirimu maka pertahankanlah, jadilah dirimu sendiri, inilah aku apa adanya, semoga engkau menjadi suka padaku karena Allah semata.

Tapi terkadang diantara engkau ya ukhti,.....dihadang pada suatu masalah ketika calonmu jauh darimu sehingga ia tidak bisa melihatmu secara langsung. Maka ia akan meminta foto dirimu. Agar bisa melihatmu dengan lebih dekat dan lebih pribadi. Atau terkadang diantara calon yang ingin melamarmu walaupun sudah melihatmu tapi masih juga menginginkan foto dirimu, maka apa yang akan engkau lakukan?? ketika calonmu mengatakan, Ya ukhti... bolehkah aku meminta fotomu??

Tunggu dulu jangan engkau beri jawaban, iya....karena dengan alasan ia ingin menikahimu maka engkau begitu mudah untuk memberikannya. Bagaimana kalau ia tidak jadi menikahimu?? bisakah engkau meminta fotomu kembali? apakah engkau yakin ia bisa menjaga amanah untuk tidak memperlihatkan fotomu kepada orang lain selain kedua orang tuanya? ah,..mungkin kau berfikiran....inikan hanya sebuah foto! masalah kecil...coba baca keterangan ulama tentang masalah ini agar hatimu tenang dan engkau tidak membuat kesalahan yang fatal.

Ukhti muslimah, sebelum aku menjelaskannya kepadamu,...maka wajib bagimu untuk mengetahui secara detail tentang hukum memandang ini (nazhar).Berangkat dari sebuah hadits mulia yang disampaikan oleh sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini, siapa lagi kalau bukan beliau Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wassalam bersabda:

Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang wanita sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya”(HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari hadits Jabir Radhiyallahu anhu)

Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Mughirah bin Syu’bah bahwasanya ia melamar seorang wanita maka Rasulullah bersabda:

Lihatlah ia karena itu lebih melekatkan kalian berdua”

Dan, diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya seorang pria melamar seorang wanita, lalu beliau bertanya, “Apakah engkau telah melihatnya?” ia berkata:”belum”. Beliau bersabda,”Pergilah dan lihatlah ia”.

Dari hadits-hadits diatas dapat kita fahami bahwa islam mensyariatkan calon suami untuk melihat wanita yang akan dinikahinya.Karena sungguh faidahnya yang besar yaitu akan membawa kepada kedekatan diantara kedua belah fihak. Masing-masing akan tahu kelebihan dan kekurangan calon pasangannya.

Tentang masalah memandang ini maka engkau akan dapati perbedaan pendapat dikalangan ulama. Menurut jumhur ulama, “Diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya”,akan tetapi mereka tidak diperbolehkan melihat kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya”. Sedangkan Al-Auza’i mengatakan:”Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendaki, kecuali aurat”.

Adapun Ibnu Hazm mengatakan:”Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya”. Bersumber dari Imam Ahmad, terdapat tiga riwayat mengenai hal lain.

pertama, seperti yang diungkapkan jumhur ulama

kedua, melihat apa-apa yang biasa terlihat

ketiga, melihatnya dalam keadaan tidak mengenakan tabir penutup (jilbab).

Jumhur ulama juga berpendapat: “Diperbolehkan melihatnya, jika ia menghendaki tanpa harus minta izin terlebih dahulu dari wanita yang hendak dilamarnya (secara sembunyi-sembunyi)”. Adapun menurut Imam Malik, dari sebuah riwayat bahwa beliau mensyaratkan adanya izin dari wanita tersebut.

Setelah engkau mengetahui dalil tentang hukum memandang (nazhar) yang akan dipinang maka kita kembali kemasalah diatas yaitu ketika ia berusaha untuk meminta foto dirimu, dengan berbagai alasan yang dia ungkapkan kepadamu agar engkau memberikannya. Ya,..mungkin hati kecilmu akan mengatakan hanya sebuah foto,...tidak apa-apa! mungkin engkau telah siap memasukkannya dalam sebuah amplop untuk diberikan kepadanya, foto terbaik yang ada padamu atau bila engkau sama sekali tidak memilikinya maka engkau mungkin akan beranjak pergi ke studio foto agar mereka bisa mengambil gambarmu...

Baiklah,..ukhti muslimah saudaraku fillah,...mari kita simak fatwa dari ulama kita tentang masalah ini,..sungguh aku berharap kepadamu setelah engkau mengetahuinya maka engkau aka berubah fikiran.Inilah jawaban beliau dari sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya (semoga Allah merahmatinya).Ada seorang lelaki yang bertanya kepada Syaikh Utsaimin,”Apakah aku boleh meminta foto wanita yang aku pinang untuk dilihat?”

Maka beliau menjawab: TIDAK BOLEH, karena beberapa sebab:

1. Kemungkinan foto tersebut akan disimpan oleh pelamar, meski ia tidak jadi menikah.

2. Foto tersebut tidak bisa mewakili keadaan orang yang sebenarnya, karena terkadang rupa yang bagus menjadi jelek atau sebaliknya (menjadi bagus) disebabkan foto.

3. Tidak pantas bagi seorangpun untuk memberikan peluang kepada orang lain mengambil foto salah satu anggota keluarganya, baik anak wanita, saudara wanita atau yang lain. Hal tersebut tidak boleh karena megandung fitnah. Boleh jadi foto tersebut jatuh ketangan orang-orang yang fasik, sehingga anak-anak wanita kita akan menjadi bahan tontonan. Jika ia berwajah cantik ia menjadi fitnah bagi banyak orang, namun jika ia berparas kurang rupawan maka ia akan menjadi bahan cercaan orang.(Fatwa Ibnu Utsaimin 20/810)

Jelaslah sudah nasehat yang disampaikan ulama kepada kita, semuanya untuk kemaslahatan kita, para muslimah agar terhindar dari fitnah. Karena itu, bila calonmu meminta fotomu maka kini engkau telah tahu jawabannya. Semoga engkau tidak tertipu oleh bujuk rayunya. Jadilah wanita mulia yang terhormat, Sungguh bila engkau perhatikan , hanya dienmu ini (islam) yang mengangkat derajatmu dan memuliakan dirimu. Semoga Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, para istrinya dan keluarganya dan sahabatnya hingga hari akhir.Wallahu ‘alam bish-shawwab.

Sumber rujukan:

1. Fiqh Wanita, hal :399-340, Syaikh Kamil Uwaidah, Pustaka Al-Kautsar,Jakarta, 1999M.

2. Fatwa-fatwa Muslimah,hal : 253-254,Darul Falah, Jakarta,200M

3.Fatawa Liz Jauzain, Hal:23-24, Media Hidayah, Jogjakarta,2003M

Jangan Biarkan Tawaran Mulia itu Berlalu

Kebanyakan Akhwat ketika di tanya Ikhwan kayak apa sih yang di ingini? Mak jawaban sebagian besar mereka adalah berakhlaq bagus, berpendidikan tinggi kalau perlu lulusan luar negeri Jepang misalnya, berwawasan luas, dan satu yang tidak kalah pentingnya berwajah tampan atau ganteng mirip-mirp dikitlah dengan bintang film. Jik perlu yang sudah mempunyai rumah dan kendaran Pribadi yang menandakan sang ikhwan telah mandiri dan terlepas dari tanggungan orang tuanya. Tetapi jikapun sang ikhwan telah memiliki yang sifatnya dunawi diatas, akhwat tetap berharap ikhwanya rendah hati, bersahaja, Tidak sombong, dermawan, ramah dengan siapa saja,berpengaruh di lingkugnanya. Pertanyaanya adalah SALAHKAH JIKA ADA AKHWAT MENDAMBAKAN PANGERAN CINTANYA SEPERTI DIATAS?

Maka Jawabanny adalah siapa yang larang? Hokum ALLAH Swt saja tidak ada yang melarangnya?Sok cari dalam Alqur’an kalau memang ada. Bahkan untuk mendapatkan yang se ideal diatas sebagian wanita ada yang rela dan ikhlas diriny adi jadikan istri kedua, ketiga atau keempat walaupun tidak salah. Dan kreteria ikhwan di atas adalah dambaan semua makhluk yang bernama wanita. Sehingga karena tuntutan kreteria di ataslah begitu banyak ikhwan menunda pernikahannya, sekitar tahun 2002 yang lalu, teman-teman ikhwan seringkali berbicara ( baca : ngerumpi ) tentang pernikahan, kemudian di saat sedang asyiknya membicarakan akhwat kayak apa yang menjadi kreteria mereka saya dating dan kemudian bertanya : “ Akhi, Mengapa tidak menikah aja sekarang? Bukankah antum sudah mempunyai pekerjaan tetap? Jawaban sang ikhwan adalah “ Ana menunggu punya rumah dulu “, kemudian ikhwan lainnya menjawab juga “ kalau ana menunggu tamat kuliah “, “ kalau ana menunggu berpenghasilan minimal 700 ribu “ dan banyak lagi alasan lain ketika di sodorkan pertanyaan “ Mengapa antum nggak nikah aja sekarang dari pada membicarakan pernikahan terus menerus tetapi realisasi nggak ada “, padahal menurut saya mengapa nda harus menunggu punya mobil, puny rumah, punya penghasilan 1 juta, atau sudah jadi orang terkenal, karena tidak ada akhwat yang tidak mau dengan anda jika andasudah kayak KH. Abdullah Gymnastiar misalnya, Ust. Arifin Ilham misalnya dan mereka telah memiliki segalanya, justru di saat engkau belum jadi siapa2 dan belum memiliki apa2 MENIKAHLAH, berarti akhwat itu adalah bidadari bisa menerima anda dalam kondisi antum tidak seideal harapan kebanyakan akhwat di atas.

Biasanya Akhwat yang memberi kreteria yang tinggi seperti itu adalah akhwat yang memiliki paras cantik, jenjang pendidikan yang tinggi, tingkat kemapanan ekonomi yang mantap, lingkungan dan pergaulan yang ekslusif, sehingga para akhwat memiliki harga mahal untuk bisa memilikinya, padahal yang harus kita fahami secara mendalam adalah urusan JODOH telah tertulis sebelum kita lahir ke muka bumi ini.

Terlebih sang akhwat masih di usia 21 tahun, duh….kecendrungan penilaiannya pada fisik ( Tampan dan Berduit ) sebagaimana pernah di akui seorang akhwat yang di banggakan seorang cewek dari cowoknya adalah gajinya sebulan yang gede, Kemdian bisa membelikan barang-barang yang di pintanya, kemudian idola para akhwat sehingga dia adalah pemenang yang bisa mendapatkan hati sang ikhwan.

Tetapi berbeda ketika usia sang akhwat masuk usia ke 26 ke atas, biasanya sudah mulai kendor kreterianya karena jika terlalu mematok kreteria tinggi tidak akan ada ikhwan yang mau menghampiri, terlebih usianya masuk ke 34 tahun maka ucapan sang akhwat adalah “ Yang Hanief aja deh kalau yang Militan nggak ada “.

Alangkah ahsannya jika kita mematok kreteria sesuai dengan kualitas Iman dan taqwa kita dan saya selalu mengulang kata “ Jika kita mengharap Ikhwan seperti ALI BIN ABI THALIB maka kita harus sudah menjadi seperti FATIMAH AZZAHRA”

Dan Saya salut pada para akhwat yang tetap istiqomah mematok kreteria yang dahsyat tingginya walaupun mereka udah hampir berusia 36 keatas,mereka yakin ALLAH sedang menguji kesabaran, untuk itu bersabarlah di masa penantian, tetapi jangan pula ketika ada yang dating menawarkan diri untuk menikahi hanya karena kreteria awal tidak terpenuhi akhirnya di tolak “ ingat, ujian ALLAH tidak sekedr menguji kesabaran kit menunggu tetapi kesabaran kita untuk menerima uyang telah di tawarkan ALLAH Swt karena bias any tawaran mulia itu hany sekali, kesempatan itu tidak pernah dating kedua kalinya “

Kepada yang masih berusia 20 an saya berpesan, tidak ada salahnya menerima ikhwan yang sholeh walau mungkin wajahnya tidak seperti yang kita harapkan, tetapi sadarilah jika dia sudah baik agamanya mungkin saja dia dalah pangeran cinta yang sengaja di kirim ALLAH untuk anda, jangan sampai tawaran mulia itu berlalu dan pada akhirnya ALLAH menambah ujiannya padamu dengan tidak memberikan satu ikhwanpun untuk menjadi suamimu.

NB. Sebuah Catatan Penting yang perlu Akhwat perhatikan dalam usia pernikahan ( Af1, bukan ana bermaksud menakut-nakuti ) tetapi inilah hasil riset para dokter bahwa menikah pada usia 34 keatas bagi wanita akan rawan kemandulan, jikapun hamil maka ke khawatiran yang muncul adalah persalinan yang sulit dan peluang lahirnya anak yang cacat cukup besar.Kecuali ALLAH berkehendak lain dengan Iradat-NYA.Wallahu ‘alam

Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhani (Adi Supriadi)

Bagaimana Mendapat Pasangan Yang Ideal

Pertanyaan :

Saya seorang gadis usia hampir 29 tahun. Berjilbab, dan kini bekerja sebagai karyawati swasta. Sejak kecil saya bercita-citaa ingin mendapatkan suami yang sholeh. Dan saya pun punya keinginan dalam menuju pintu gerbang pernikahan dilakukan dengan prinsip Islam. Dan alhamddulillah sejak kecil sampai kuliah dan sekarang dalam pergaulan saya mampu menjaga prinsip-prinsip Islam.

Namun kiranya Allah berkehendak menguji kesabaran dan tingkat keimanan hamba-Nya. Beberapa kali saya didekati pemuda yang berkeinginan menjadikan saya sebagai istrinya, tetapi kandas ditengah jalan karena kenyataannya sebagian mereka menginginkan berpacaran terlebih dahulu sebelum memasuki gerbang pernikahan, sedangkan saya tetap berpegang teguh pada prinsip Islam yang saya pegang. Dan yang menjadi masalah bagi saya sekarang adalah orang tua saya sudah sepuh(tua) dan sering sakit. Oleh karenanya mereka menginginkan sekali agar saya segera menikah, agar dihari tuanya mereka dapat melihat kebahagiaan anaknya dan melihat kelahiran cucu-cucunya. Ustadz, langkah apa yang harus saya tempuh agar keinginan saya segera tercapai. (Hamba Allah)

Jawaban :

Nikah itu tidak seperti membeli jajan atau pakain, yang sewaktu-waktu jika kita ingin tinggal ke pasar dan membeli sesuai dengan yang kita inginkan. Untuk mendapatkan jodoh memang sulit-sulit gampang. Kalau sudah ketemu jodohnya terasa sekali perjalanannya seperti ada yang membimbing.

Kepada Anda dan para pembaca yang senasib dengan Anda, kami mencoba untuk memberikan beberapa saran :

Pertama, ubahlah nasib Anda dengan ikhtiar. Banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan meminta ustadz atau guru agama untuk mencarikan lelaki yang mau menikahi Anda. Anda jangan ragu atau malu untuk menyampaikan hal itu. Pernikahan itu suci, fithrah, dan sangat manusiawi. Usaha Anda melakukan hal ini termasuk ibadah.

Kedua, ubahlah sikap Anda. Jangan menampakkan sikap keras dan kaku, sehingga belum apa-apa lelaki yang ingin menaruh perhatian kepada Anda justru lari ketakutan. Jangan curiga kepada semua lelaki bahwa mereka hanya ingin mengajak Anda berpacaran. Lelaki yang ingin mengetahui calon istrinya adalah wajar, sebagaimana Anda juga ingin mengetahui setiap lelaki yang ingin mendekati Anda.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana kedua bisa saling mengetahui tanpa harus berpacaran, misalnya. Ini tinggal memformat pertemuannya sana. Ini persoalan teknis yang bisa diatur jika ada kemauan bersama untuk menjaga syari’at. Dalam hal ini hak-hak lelaki yang ingin mengetahui bakal calonnya hendaklah Anda penuhi. Bersamaan dengan itu Anda tetap wajib menjaga ketentuan agama. Untuk itu kami sarankan Anda ‘nyunnah’ saja. Jangan berlebih-lebihan, tapi jangan pula terlalu longgar.

Ketiga. Selain berusaha, kami sarankan Anda lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah swt. Berdo’alah, dan jangan bosan-bosan meminta kepada Allah agar diberikan jodoh seorang lelaki shaleh yang membawa kebaikan hidup Anda di dunia dan akhirat. Mintalah kepada-Nya, mudahkanlah. Tak lupa, ajak pula keluarga Anda, terutama ayah dan ibu untuk mendo’akan hal yang sama. Rasulullah sendiri tidak lupa mendo’akan Fathimah, putrinya agar dipertemukan dengan seorang lelaki yang terbaik untuknya.

Keempat, jika semua usaha itu telah Anda lakukan dengan sebaik-baiknya, maka pasrahkan seluruh urusan itu kepada Allah swt. Biarlah Allah sendiri yang menentukan apa yang terbaik menurut-Nya. Insya-Allah segala yang baik menurut kehendak Allah itulah yang terbaik bagi Anda.

Terakhir, ingatlah bahwa kehidupan di dunia ini ujian dari Allah swt. Setiap manusia diuji dengan berbagai macam ujian. Ada yang diuji dengan harta kekayaan, anak keturunan, kesehatan, dan ada pula yang diuji dengan lambatnya pernikahan. Sadarlah bahwa saat ini kita sedang dalam ujian. Hanya soalnya saja yang beragam

Cara Bicara Dengan Lawan Jenis Secara Islami

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Ustadz, saya punya persoalan mudah-mudahan ustadz punya solusinya. Saya dijodohkan teman-teman saya, tapi tak pernah sekalipun kami yang dijodohkan itu bicara satu sama lain. Karena kami terlalu malu untuk itu, sebab saya tersandung ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa kaum laki-laki dan perempuan hendaknya menundukkan pandangan satu sama lain.

Lalu bagaimana supaya saya tau perasaan dia sebenarnya pada saya. Sedangkan tak ada satu orangpun yang bisa saya percayai untuk mewakili saya menanyakannya. Selama ini saya hanya bermohon pada ALLAH SWT agar saya dikaruniakan pasangan hidup terbaik untuk didunia dan akhirat, tapi tidak spesifik pada satu orang (pada si X). Sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasih.

Wassalaamu'alaikum wr. wb

HambaALLAH

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Dalam hal taaruf, usul kami :

1. Berusahalah untuk saling mengenal pribadi masing-masing. Bisa lewat surat menyurat, atau lewat telepon singkat (kalau terlalu lama bahaya), atau bicara langsung dengan ditemani orang ke 3 yang terpercaya.

2. Nomer 1 tadi harus dilandasi dengan hati yang bersih, jauhkan dari bersitan syahwat rendahan yang (maaf, sampai membuat timbul perasaan siiRR). Jika perasaan syahwat rendahan tersebut muncul ditengah pembicaraan dengannya di telpon atau bicara langsung, maka segeralah mengakhiri pembicaraan. Jika timbul saat sedang membaca surat, letakkan dulu suratnya, istghfar dan ta’awudz. Setan sedang lewat menggoda. Susah menjelaskannya sebab ini bahasa bersitan hati namun Insya Allah jika merasakannya anda tahu itulah yang sedang kami maksud.

3. Supaya anda tahu perasaan dia yang sebenarnya, yang perlu anda ketahui hanya keseriusan hatinya melamar anda. Tanyakanlah: apakah ia melamar anda karena disuruh orang lain? Apakah ia melamar anda karena terpaksa, apakah ia tak punya keberatan mendasar terhadap anda? Apakah ia bersedia menjadi suami yang baik bagi anda dengan landasan Islam? Dan saran kami, tak perlu tanyakan apakah ia cinta atau tidak pada anda saat ini sebab boleh jadi jawabannya sekarang adalah TIDAK, karena memang cinta belum tentu sudah tumbuh namun tidak menghalangi proses pernikahan.

Wallahua’lam bishshowwaab

Wa'alaikumsalam Wr. Wb.

Ust. M. Ihsan Tanjung dan Siti Aisyah Nurmi

AKU INGIN MENIKAH

“Sam, ada surat!” teriakan itu berasal dari ruang tamu. Bergegas aku keluar dari kamar, meninggalkan tumpukan laporan—tugas dari Lab Biokimia—yang dari kemarin nggak kelar-kelar. Itu pasti surat dari Ibu, surat yang memang kutunggu-tunggu balasannya. Benar saja, dugaanku tidak meleset, surat itu memang dari Ibu di kampung. Kembali aku masuk ke kamar, mengunci pintu dari dalam, lalu mengambil posisi terbaik di atas tempat tidur. Sejenak aku lupa bahwa tugasku dikumpul esok hari.

Aku menulis surat pada Ibu sebulan yang lalu. Isinya tidak minta dikirimkan wesel sebagaimana surat-suratku sebelumnya. Juga bukan mengabarkan kalau aku lagi sakit dan sebagainya. Isi suratku itu sangat, mungkin itulah surat tersingkat yang pernah kubuat. Saking singkatnya, sampai sekarang aku masih hafal kata-kata yang kutulis, begini: Ibu, aku ingin menikah, apakah Ibu, Bapak, dan yang lainnya setuju dan merestui? Kutunggu balasan Ibu. Hanya itu, singkat bukan? Dan sekarang aku menerima balasannya.

Keinginan untuk menikah sebenarnya sudah merasuki benakku sejak setahun yang lalu, saat aku masih duduk di tingkat pertama di fakultas MIPA USU, jurusan Farmasi. Selama setahun niat untuk menggenapkan separuh dien itu jadi agenda pikiran utamaku, disamping masalah kuliah tentunya. Tentu saja tak ada seorang pun yang tahu masalah ini higga surat buat Ibu itu akhirnya kutulis.

Tak sabar akhirnya kurobek amplop surat dari Ibu, dan mengeluarkan berlembar-lembar kertas dari dalamnya. Aku sudah yakin isinya pastilah ceramah panjang lebar yang intinya mereka menolak niat suci dan agung itu. Untuk lebih pasti ada baiknya langsung dibaca bukan?

Pantas saja surat itu berlembar-lembar, rupanya bukan hanya Ibu yang menulis. Setelah kuhitung ada sembilan lembar, di bagian atasnya tertulis nama masing-masing penulis, rupanya Ibu telah bergerilya mengumpulkan pendapat saudara-saudaraku yang lain, mungkin itu sebabnya balasannya agak terlambat kuterima. Ada surat dari Ibu, Bapak, enam lembar yang lain dari Abang dan Kakakku dan tak ketinggalan keponakanku paling besar yang sudah duduk di bangku SMU juga turut menyumbangkan pendapatnya. Aku tersenyum, mirip ulangan saja, mereka adalah siswa dan aku yang memeriksa hasil ulangannya. Ah, surat siapa yang harus kuperiksa…eh, baca duluan? Kuambil salah satu.

Ibu

Terus terang Ibu kaget. Kau anak Ibu yang paling bungsu, yang sampai sekarang masih suka ngambek kalau dijahili Abang dan Kakakmu, ternyata sudah ingin menikah. Tidakkah kau merasa usiamu masih terlalu muda? Lagipula kau seorang lelaki, tak perlu cepat-cepat menikah. Lagian Abangmu Hendi dan kakakmu Nia belum menikah, apa kau ingin melangkahi keduanya? Tak baik itu. Pokoknya Ibu tidak setuju. Ingat, jangan sampai kuliahmu terganggu karena masalah ini.

Itulah inti surat dari Ibu, masih ada yang lainnya, menanyakan kesehatanku, juga nasihat lain seperti biasanya, jangan lupa salat, jangan telat makan, jangan sering keluar malam, dll.

Batu sandungan pertama kujumpai, Ibu tidak menyetujui. Tapi apa hanya karena masalah usia? Tidakkah Ibu tahu usia berapa Aisyah saat menikah dengan Baginda Rasul? Atau apakah karna dia wanita lalu boleh cepat menikah sedang lelaki nggak usah buru-buru? Kurasa lelaki dan wanita tak boleh dibedakan dalam hal ini, semua punya hak yang sama. Lagipula kedewasaan seseorang tak bisa dilihat dari usianya. Banyak mujahid dan mujahidah di Palestina, Afghan, juga di Indonesia ini yang masih berusia belasan tahun, tapi sudah mampu dan bersikap dewasa. Sedang umurku tidak belasan lagi, tapi sudah 22 tahun, bukankah cukup pantas untuk menikah? Argumen Ibu masih bisa kutangkis, insya Allah. Aku akan bilang begini pada Ibu, “Jadi tua itu pasti, jadi dewasa…itu pilihan’ (he…he…he…). Lalu kuambil surat kedua.

Bapak

Ha…ha…kau serius, Sam? Bapak nggak nyangka, kau yang dari dulu pendiam ternyata bisa melucu juga. Bapak tahu, kau hanya main-main. Anakku, menikah itu bukan hal main-main. Tanggung jawabnya besar. Apa kau sudah sanggup membiayai keluargamu nanti? Apa kau sanggup memberi makan anak orang? Sam, sampai surat ini selesai Bapak tulis, Bapak masih tertawa. Sama sekali tidak menyangka, kau ternyata punya bakat humor.

Batu sandungan ke dua. Sejak awal aku yakin Bapak akan marah besar. Tapi ternyata tidak, Bapak malah menganggap aku sedang melucu, apakah keinginan untuk menikah itu lucu? Nampak sekali kalau Bapak meragukanku dalam hal keuangan. Apa kau sanggup memberi makan anak orang? Mengapa tidak? Bukankah aku sudah bekerja dan tak pernah minta dikirimi uang lagi kecuali untuk keperluan kuliah yang benar-benar mahal? Aku hanya kuliah pagi hari, siangnya aku jadi tentor di sebuah Bimbingan Belajar dan malamnya mengajar privat di rumah Bu Retno, ditambah lagi dengan honor dari tulisanku yang dimuat di media massa. Dalam sebulan aku sudah bisa menghasilkan tak kurang dari enam ratus ribu rupiah, dan aku sudah memperhitungkan kalau itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi aku dan istriku nanti, tentu saja hidup yang sederhana, mencontoh Rasulullah tentunya.

Kak Yarni

Hebat kamu, Sam. Kakak nggak nyangka kamu sudah memikirkan itu sekarang. Kakak sangat setuju. Untuk biaya pesta nanti, Kakak yang akan tanggung sepenuhnya. Tapi…orangnya cantikkan?

Dari dulu Kak Yarni—kakakku paling besar—memang selalu mendukung apapun yang kuinginkan, termasuk untuk kuliah di kota Medan ini, jauh dari orang tua dan kampung halaman. Biaya pesta? Terima kasih deh, Kak. Tapi yang jelas nantinya tak akan ada pesta besar-besaran seperti yang Kakak bayangkan. Itu cuma suatu pemborosan. Pesta pernikahanku nanti mungkin juga pesta yang menurut semua orang di kampung kita adalah pesta yang aneh, di mana tamu pria dan tamu wanita di pisah, juga tak ada hiburan musik sebagaimana pesta-pesta biasanya. Dan mengenai calonku…tentu saja ia cantik, menurutku tentunya. Tapi belum tentu cantik menurut Kakak, karena fisik bagiku bukan masalah utama, kecantikan hati dan akhlak bagiku adalah kriteria utama. Tapi walau bagaimanapu aku tetap berterima kasih pada kakakku, karena dia orang pertama yang mendukung niatku.

Surat-surat yang lain tak jauh beda dari surat-surat yang sudah kubaca. Kak Ati—kakakku yang nomor dua—menolak habis-habisan. Katanya kuliahku harus selesai dulu, atau kalau aku mau melanjutkan S2 dia sanggup menanggung biayanya, setidaknya aku harus mendapatkan kerja dulu sesuai dengan ijazahku, kalau tidak maka jangan harap dia akan merestui pernikahanku. Inilah salah satu saudaraku yang begitu mengejar dunia, seolah dunia adalah segala-galanya dan akhirat adalah urusan kecil yang bisa dipikir belakangan.

Surat dari Bang Rio tidak begitu panjang, dia hanya menurut, kalau ibu dan bapak setuju katanya silahkan saja. Tapi kalau tidak, katanya jangan coba-coba melanggar, bahaya.

Yang sedikit agak menyudutkan adalah surat dari Kak Nia—kakakku yang belum menikah. Dia bilang tak akan menganggapku adik lagu kalau sampai aku melangkahinya. Katanya itu pantangan, bisa-bisa dia nanti tak dapat jodoh. Kata siapa? Kalau dia mau, sebenarnya dari dulu dia sudah bisa menikah. Sudah banyak pemuda yang melamarnya, tapi semua ditolaknya, nggak cakeplah, nggak kayalah, terlalu kampunganlah, dan sempai sekarang dia masih mencari pria yang sempurna menurutnya itu. Pernah suatu kali kukatan padanya, kalau menunggu pria yang sempurna kayaknya nggak bakalan datang deh, Kak, soalnya Baginda Rasul udah meninggal. Dia langsung mencak-mencak.

Surat itu sangat berbeda dengan surat Bang Hendi yang juga belum menikah. Dia malahan sangat mendukung, katanya kalau memang sudah ada keinginan dan kemampuan sebaiknya dilaksanakan, dia sendiri katanya tak usah dipikirkan, toh jodoh Tuhan yang atur.

Begitulah, ada yang pro dan ada yang kontra, dan memang begitulah manusia. Oh ya, masih ada satu surat yang belum kubaca, dari Yogi, keponakanku.

Om Sam, Yogi sih setuju aja kalau Om menikah, tapi dengan satu syarat, Om harus ajari Yogi gimana cara manggaet gadis. Yogi heran, Om kan wajahnya nggak cakep-cakep amat, tapi kok bisa dapat pacar, Yogi yang ganteng aja masih nggak tahu cara dapatin pacar. Udah ya, Om?

Aku tersenyum sambil melipat kembali lembaran-lembaran surat itu. Masih banyak anggota keluarga yang perlu siraman rohani. Masih banyak hati mereka yang gersang, termasuk si Yogi yang mungkin tak akan percaya kalau kukatakan bahwa pacaran itu dosa.

***

Liburan semester sudah di depan mata. Aku sudah tak sabar ingin pulang kampung. Liburan semester lumayan lama, satu setengah bulan, dan kurasa waktu itu cukup panjang bagiku untuk meyakinkan ibu bapak, juga saudara-saudaraku tentang keinginan, dan kurasa juga masih tersisa waktu untuk melangsungkan pernikahan nantinya.

Aku yakin bisa memberikan argumen-argumen yang nantinya akan membuat mereka mengangguk-anggukkan kepala. Menikah usia muda? Tak ada satu ayat Alquran yang melarang, bahkan malah dianjurkan kepada pemuda dan pemudi yang sudah sanggup untuk segera melaksanakannya. Masalah usia, memang aku bungsu di keluarga, tapi urusan pernikahan, aku pakarnya, he…he…he… Puluhan seminar, diskusi-diskusi dan kajian-kajian tentang menikah usia muda telah kuikuti, makanya aku optimis bisa meyakinkan seluruh anggota keluarga.

Perjuanganku berhasil dengan sukses yang luar biasa. Ibu dan Bapak akhirnya merestuiku, setelah sebelumnya aku sudah berkali-kali meyakinkan dan menyitir beberapa ayat Alquran dan Hadis. Sedang saudara-saudaraku yang lain tidaklah begitu susah kuhadapi. Setelah Bapak dan Ibu merestui, secara serempak mereka semua juga turut mendukung. Bahkan Kak Nia yang katanya nggak mau menganggapku adik lagi kalau sampai aku melangkahinya malah mengatakan hal yang tak kusangka-sangka.

“Sam, bagaimana kalau kita adakan acara pernikahannya barengan saja? Insya Allah Kakak sudah punya calon dan Kakak yakin sesuai dengan kriteria yang kamu sebutkan dalam memilih pasangan.” Tak hanya aku, Ibu, Bapak, dan saudara-saudaraku yang lain yang memang sengaja berkumpul untuk membicarakan masalah pernikahan tersenyum bahagia.

“Tapi, Sam, calon istrimu siapa?” Kak Yarni tiba-tiba mengajukan pertanyaan. Pertanyaan itu memang sudah kutunggu-tunggu. Dari tadi aku sibuk membayangkan reaksi semuanya seandainya aku menyebutkan siapa calonku.

Sebelum aku menjawab, tiba-tiba Siti—pembantu di rumah ini—datang menghidangkan minuman. Seperti biasa, sambil tersenyum dia mempersilahkan kami minum, lalu kembali ke belakang.

“Saya akan menikah dengan…Siti,” jawabku akhirnya setelah semua menunggu-nunggu. Sitilah temanku di SMP dulu yang hafalan Qurannya hampir 15 juz. Reaksi yang kuterima sungguh luar biasa. Bola mata Ibu dan Bapak membulat, Kak Nia dan Kak Ati terlonjak. Bang Hendi melongo, dan yang paling mengejutkan adalah Kak Yarni, dia pingsan.

Tapi apapun reaksi mereka, aku akan kembali meyakinkan, bahwa pilihanku tidak salah. Bahwa Siti memang memenuhi semua kriteria istri solehah yang kuidamkan, walaupun Siti lebih tua dua tahun dariku. Aku yakin Siti tak akan menolak.

Medan, 7 Januari 2003

Bila Aku Harus Menikah

Beberapa hari yang lalu, salah satu sahabat saya bertanya tentang kapan saya akan menggenapkan separuh dien saya. Mmhh.. pertanyaan yang berat untuk saya jawab :). Terus terang, usia saya sudah kena lampu kuning untuk ukuran standar wanita menikah. Bisa dibilang usia yang matang. Tapi tunggu dulu, usia seseorang tidak menjamin kematangan seseorang, baik cara pandang maupun pemikiran. Dan ukuran matang tidaknya seseorangpun tidak ada parameter/spesifikasi yang jelas.

Soal menggenapkan separuh dien, saya juga tahu kalo menikah itu sunnah Rosul. Tapi, menikah itu bukan hanya mempertemukan seorang lelaki dan seorang wanita saja. Menikah juga merupakan pertemuan dakwah, pertemuan yang akan meningkatkan ghirah perjuangan dan produktifitas dakwah sehingga terjadi persebaran dakwah yang lebih luas lagi (Red. Catatan Seorang Ukhti). Tuh kan.. nikah itu bukan maen-maen ?! Ada hal yang lebih berat lagi selain kesenangan dan itu jelas-jelas akan dituntut pertanggungjawabannya dipengadilan akhir nanti.

Oke, saya akan segera menikah. Tapi calon yang seperti apa? Menurut pendapatnya Syeikh Musthafa Masyhur, Untuk membangun keluarga muslim yang dilandasi taqwa, pertama kali seorang muslim harus mencari pasangan yang baik keislamannya dan yang memahami tugas risalah hidupnya. Menjadikan pasangan hidupnya sebagai sahabat dakwah yang baik, yang selalu mengingatkan bila ia lupa, memberi dorongan dakwah dan tidak menghalanginya. Nah kan, berarti, saya harus mencari pasangan yang baik keislamannya dan memahami tugas risalah hidupnya (dengan kata lain adalah orang yang sholeh).

Soal sholeh, dulu saya menganggap, dengan sholeh saja maka sifat-sifat istimewa lainnya akan mengikuti. Ternyata tidak. Selain kriteria sholeh, kita juga harus bisa mengenali keistimewaan sang calon dimata kita. Untuk apa ? Ya.. agar hidup kita lebih berwarna dengan kehadirannya. Karena menikah bukan hanya untuk satu atau dua tahun kedepan saja, tapi bisa jadi seumur hidup kita, sepanjang nafas keluar dari ruh kita. Bisa dibayangkan, kalo ternyata sang calon tidak memiliki keistimewaan tersendiri dihati kita, bagaimana warna hidup kita kelak ?! Pucat pasi tanpa warna. Dan soal Falling in love at the first sight ?! Mmhh .. kenapa enggak ?

Begitu pula saya. Saya ingin dinikahi bukan semata-mata karena sang calon melihat kelebihan saya saja (kalau ada). Saya ingin dinikahi seseorang karena saya istimewa dimatanya, dapat membuat binar pelangi kebahagiaan yang tulus diwajahnya, serta dapat membumikan cinta kedalam hatinya. Dan dengan senyum tulusnya pula, dia mampu membuat hati saya bergetar penuh syukur keharuan akan anugerahNya.

Ya Rabbi, anugerahkanlah hamba salah seorang hambaMu yang sholeh yang dapat menjadikan hamba seorang istri yang sholehah, yang dapat menjadikan hamba ibunda dari para jundi-jundiMu, yang dapat membantu hamba menegakkan dienMu, membahagiakan kedua orang tua kami, meninggalkan dunia ini dalam keadaan khusnul khatimah, dan menjadikan hamba akhlus surga .. Amin ya Allah ya robbal alamin..

Wallahualam bish showab

Sumber :
eramuslim (irma)

Bagaimana Meminang secara Islami?

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Pa Ustadz saya ingin menanyakan bagaimana hukum tunangan menurut islam? Kalau tukar cincin bagaimana?' Dan apa ada tunangan cara Islam? Mohon penjelasannya Pa Ustadz..

Wa'alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh

Jawaban :

Assalamu‘alaikum warahamatullahi wabarakatuh

Tunangan bahasa Fiqihnya adalah Khitbah atau meminang. Khitbah atau meminang adalah proses selanjutnya setelah ikhtiyar dan ta’aruf. Dalam kitab hadits maupun fiqh disebutkan bahwa melihat dilakukan saat khitbah. Bab melihat pasangan dimasukkan ke dalam bab khitbah. Dan ketika yang dilihat tidak cocok maka secara spontan calon mempelai baik pria atau wanita dapat menolak secara langsung atau melalui perantara, seketika atau dalam beberapa hari setelah itu. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq: “Khitbah adalah muqaddimah (permulaan) pernikahan dan disyari’atkan Allah sebelum terjadinya aqad nikah agar kedua calon pengantin mengenali calon pasangannya satu sama lain. Sehingga ketika seseorang maju pada proses aqad nikah dia dalam kondisi telah memperoleh petunjuk dan memiliki kejelasan (tentang calonnya) “.

Masalah melihat dan ta’aruf apakah saat khitbah atau sebelumnya, keduanya dapat dilaksanakan dan ini adalah masalah teknis, sehingga dapat dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan tradisi daerah, wilayah atau negara masing-masing. Untuk umat Islam di Indonesia yang cenderung pada perasaan, sulit menolak calon pasangannya setelah terjadi khitbah. Sehingga lebih baik proses melihat atau ta’aruf didahulukan sebelum proses khitbah. Begitu juga terkait dengan ta’aruf tentang akhlak, sifat dan prilaku sebaiknya sebelum khitbah. Sehingga ketika terjadi proses khitbah atau meminang, semua telah jelas dan tergambar tentang fisik dan akhlaknya.

Dalam khitbah dibolehkan saling memberi hadiah. Tetapi memberi hadiah itu bukanlah suatu yang wajib. Statusnya sama seperti memberi hadiah di waktu-waktu yang lain. Ada juga tradisi yang disebut tukar cincin. Tukar cincin, merupakan tradisi Barat yang tidak dikenal dalam Islam, dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, sahabat dan salafu shalih tidak pernah melaksanakannya.

Suatu kesalahan yang sering terjadi di masyarakat, banyak diantara mereka yang menganggap bahwa ketika sudah khitbah seolah-olah sudah menikah. Sehingga kerap kali melakukan hal-hal yang dilarang agama seperti pergi berdua, bergandengan tangan atau yang lebih dari itu. Semuanya diharamkan dalam Islam dan hendaknya calon pengantin jangan merusak kesucian pernikahan dengan segala sesuatu yang di haramkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Khitbah adalah proses muqaddimah untuk menikah dan belum terjadi pernikahan. Oleh karena itu untuk menghindari kemaksiatan, dianjurkan agar jarak antara waktu khitbah dan aqad nikah tidak terlalu lama sehingga calon istri tidak berada dalam kondisi lama menanti.

Wallahu A‘lam Bishawaab


Pusat Konsultasi Syariah

Agar Gaji Nggak Cepat Habis

Berangan-angan menjadi orang yang 'banyak duit' merupakan impian semua
orang. Dengan uang segalanya dapat anda peroleh, rumah, mobil, perhiasan, dan sebagainya.
Tentu saja untuk mendapatkan uang yang banyak kita harus bekerja keras. Dan tentunya anda tidak ingin penghasilan yang anda peroleh dari kerja keras itu habis begitu saja bukan?

Nah agar penghasilan anda tidak sia-sia dan anda dapat menjadi orang
'berkantong tebal', coba deh cara berikut ini:

Setiap kali habis menerima gaji, jangan langsung pergi ke pusat perbelanjaan seperti Mal. Pulanglah ke rumah dan buat daftar pengeluaran kebutuhan anda, seperti kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak-anak, kesehatan, dll. Kemudian catat setiap kali anda mengeluarkan uang. Dengan demikian anda akan mengetahui kemana saja 'larinya' uang anda.

Usahakan setiap kali membeli peralatan rumah tangga, pilihlah yang berkualitas bagus namun dengan harga yang tidak terlalu mahal. Sehingga, anda tidak perlu sering-sering mengeluarkan biaya untuk 'servis'.

Belanja kebutuhan sehari-hari sekaligus untuk persediaan sebulan mungkin akan lebih menghemat pengeluaran anda. Karena membeli dalam jumlah banyak jatuhnya akan lebih murah daripada membeli eceran. Lagi pula anda tidak perlu bolak-balik membeli karena kehabisan gula, susu, atau kopi. Sehingga hal ini akan menghemat ongkos transport belanja.

Jangan mengalokasikan uang anda untuk hal-hal yang bersifat kesenangan
belaka. Seberapun kecilnya gaji anda, biasakan untuk selalu menabung. Kalau bisa setiap bulan sisihkan 10% dari gaji anda ke dalam tabungan. Pilihlah Bank dengan reputasi baik dengan bunga yang lumayan.

Pilihlah rumah makan yang murah meriah, setiap kali anda makan siang. Jangan makan di restoran mahal yang akan menyedot isi kocek anda. Kalau perlu bawalah bekal makanan dari rumah. Selain irit juga higienis kan?

Jangan hanya menabung! dari gaji. Setiap kali anda mendapat bonus, THR, atau insentif, sisihkan untuk ditabung walaupun sedikit.

Selain tabungan, kalau memungkinkan investasikan uang anda ke dalam bentuk saham, obligasi atau deposito sejumlah tabungan yang anda sisihkan untuk jangka panjang.

Mengikuti arisan yang diadakan kantor atau lingkungan rumah bisa juga anda pilih sebagai alternatif 'menyelamatkan' uang anda.

Kalau anda masih bingung 'menyisihkan' penghasilan anda yang tidak banyak, mintalah bantuan orang lain yang handal dan anda percaya dalam mengelola uang.

Dengan melakukan hal tersebut, jangan takut dianggap 'pelit'. Toh anda
bukanlah pelit melainkan hemat. Karena siapa lagi yang akan menyelematkan uang yang anda peroleh dengan susah payah, kalau bukan anda sendiri?
Lagipula hal ini akan sangat bermanfaat bagi hidup anda kelak.



(Selalu) Hangatkan Cinta Anda

Mahligai cinta yang membingkai rumah tangga sepasang suami istri tak selamanya mampu dipertahankan keindahannya. Ia bukan sesuatu yang tak lekang dimakan waktu dan juga tak pudar terkikis dinamika kehidupan. Namun bukan tak mungkin keindahan itu menjadi abadi selamanya, tak terputus oleh perubahan masa dan bahkan tak terhenti oleh perpisahan yang tak mungkin dicegah kejadiannya. Cinta bukanlah sekedar mencium kening pasangan anda setiap pagi atau menjelang tidur, juga tak sebatas kehangatan malam yang diisi dengan riang canda kemesraan. Tidak juga hanya dengan menghadiahkan sesuatu bila dia ulang tahun. Tetapi, cinta lebih dari suatu komitmen yang membutuhkan pemikiran agar selalu bersemi diantara anda.

Berapapun usia pernikahan anda, bukan alasan untuk tidak senantiasa memberikan manisnya cinta terhadap pasangan anda atau membiarkan kehambaran mentaburi hari-hari anda bersamanya. Seiring waktu yang berjalan, sebanyak buah hati yang semakin besar, seharusnya juga semakin bertambah kehangatan cinta diantara sepasang suami istri, meski tidak jarang hidupnya hanya sebatas menikmati masa-masa tua. Karena justru, totalitas cinta anda kepada pasangan anda dimasa-masa tua akan semakin membuat pasangan anda tersenyum bangga (hingga ke dalam hati) bahwa ia tak pernah salah menjadikan anda pasangan hidupnya.

“Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan”. Begitulah sebagian jawaban sang Guru atas pertanyaan seorang aulia, Al Mitra, tentang perkawinan, seperti dituturkan penyair asal Libanon, Khalil Gibran dalam Sang Nabi. Hidup diyakini semakin punya warna dengan memiliki pasangan. Bukankah Allah telah mengumpulkan yang terserak untuk berpasang-pasangan?

Yang dituliskan Gibran bisa sangat tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah keadaan pasangan itu setelah perjalanan yang begitu banyak melalui riak, gelombang, onak dan duri, Masihkah komitmen dan pengorbanan yang diberikan seseorang terhadap pasangannya sama dengan yang pernah diberikannya saat pertama kali cinta bersemi, atau saat awal menapaki rumah tangga, dan berjanji saling setia. Masihkah kelembutan yang dulu dicurahkan dalam belaian-belaian kasih sayang, sama hangatnya dengan sentuhan pertama kali seorang kekasih terhadap disahkan sebagai pasangannya. Jawabannya tentu ada pada bagaimana seseorang itu menempatkan cinta agar senantiasa bersemi, berapapun usia pernikahan mereka.

Untuk itu perlu kiranya suatu pemikiran yang berkesinambungan dibangun oleh setiap pasangan tentang bagaimana caranya agar kehangatan cinta tetap melingkari setiap fase perjalanan rumah tangga, agar kelembutan kasih sayang menjadi dasar setiap gerak langkah bersama menuju kebahagiaan dan kedamaian kedamaian. Tidak berlebihan pula jika berharap cinta itu menjadi satu cinta yang tak terpisahkan.

Berikut beberapa tips untuk mempertahankan kehangatan cinta:

1. Menempatkan cinta kepada Allah diatas segala cinta terhadap apapun. Dan senantiasa meningkatkan cinta itu, karena Allah-lah yang Maha menganugerahkan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Nya (QS. Al-Maidah:54). Maka ajaklah pasangan (dan seluruh anggota keluarga) untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya, misalnya dengan membaca do’a Al Ma’surat bersama setelah qiyamullail.

2. Senantiasa berdo’a kepada Allah agar ditetapkan dalam keshalihan, yang karenanya rahmat, kasih sayang dan kedamaian tetap tercurahkan.

3. Ciptakan komunikasi yang selaras, berkesinambungan, mesra dengan mengkedepankan kaidah-kaidah berkomunikasi seperti, kata-kata yang benar, lemah lembut, mulia dan juga tidak melupakan aspek ketegasan sikap. Komunikasi yang demikian tentu menutup rapat celah-celah kecurigaan dan saling tidak percaya antar sesama.

4. Jadikan kamar/tempat pembaringan adalah tempat dimana segala curahan hati bisa tumpah namun tetap dalam koridor kehangatan dan kemesraan. Sehingga dalam kondisi apapun, semua masalah tetap bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, dari sekedar lupa cium kening pagi ini, masalah uang belanja sampai soal perkelahian anak-anak tadi siang dengan teman bermainnya.

5. Gunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sekali-kali menggunakan waktu keluarga (hari libur misalnya) untuk pekerjaan atau hal-hal yang mengganggu waktu keluarga. Karena dengan apapun anda mencoba membayarnya, kerugian yang diderita pasangan anda tidak akan pernah bisa terbayarkan, meskipun anda menggandakan kualitasnya pada hari libur berikutnya.

6. Cerahkan hari-hari dengan variasi, fantasi dan ‘warna-warni’ yang anda ciptakan khusus untuk pasangan anda. Letak aksesoris kamar yang berubah-ubah (terutama yang ringan-ringan), atau warna sprei dan aroma kamar yang menyegarkan. Itu didalam rumah, untuk aktifitas di luar rumah, biasakan secara rutin untuk sekedar jalan pagi bersama di hari minggu (libur) atau jika ada rezeki, sempatkan untuk berekreasi (tamasya).

7. Ciptakan juga hal-hal baru yang menceriakan hari bersamanya, misalnya dengan mencuci pakaian bersama, atau kerjabakti membersihkan rumah dihari libur. Cipratan air dan saling melempar lap pel dalam bingkai canda (dijamin) akan mampu meluluhkan kebekuan atau bongkah konflik yang mungkin saja (berpotensi) tumbuh tanpa disadari, mungkin tidak didiri anda tapi pasangan anda?

8. Jadikan setiap cobaan dan konflik yang ada sebagai bagian dari dinamika cinta, bukankah cinta itu tak selamanya ‘berwarna’ indah? Bahwa didalamnya juga bisa dirasakan pahitnya perjalanan yang dilakukan bersama, hal itu akan menyadarkan kita bahwa juga hidup akan selalu menampakkan warna-warni yang berbeda, bisa disukai bisa tidak, namun tetap harus dijalani. Ini seperti sepasang kekasih yang baru menikah, seringkali hanya menangkap sisi-sisi indah kehidupan tanpa peduli cobaan yang siap (pasti) menanti.

9. Tak salahnya mengenang selalu saat-saat indah bersama pasangan anda, kapanpun dan dimanapun, sendiri maupun berdua. Niscaya, hal itu akan semakin membuat anda bangga terhadap pasangan anda itu. Atau setidaknya mampu memaksa anda mengikhlaskan kesalahan yang pernah dibuat pasangan anda.

10. Mengingat-ingat kelebihan dan keistimewaan yang ada pada pasangan dan meminimalisir ingatan akan kesalahan dan keburukan yang mungkin (pernah) ada padanya. Insya Allah, indahnya cinta yang dulu bersemi pertama kali tetap anda rasakan saat ini, terlebih ditambah oleh ribuan kehangatan yang tercurah dari buah hati yang teramat mencintai anda berdua. Wallahu a’lam bishshowab

sumber :
eramuslim
(Abi Hufha)