Kamis, 09 Oktober 2008

Ada Apa dengan Mertua?

Sejak saya menikah, hingga anak saya berumur tiga bulan, saya hidup serumah dengan mertua. Hampir setahun saya mengarungi kehidupan serumah dengan orang tua asli isteri saya. Suka dan duka, pahit dan manis, tentu menjadi lauk pauk yang pernah saya lahap ketika itu.

Menjelang satu tahun pernikahan saya, saya berusaha sekuat tenaga untuk mencari rumah baru. Artinya saya mencoba untuk lepas dari rumah mertua saya. Dengan niat: Ingin lebih mandiri. Saya berhasil membeli sedikit tanah yang sudah ada rumahnya. Walaupun uang yang untuk membeli bukan murni dari kocek saya. Termasuk ada di dalamnya adalah uang pinjaman dari orang tua saya.

Sejak itu, saya pindah dari rumah mertua dan menempati rumah saya yang baru. Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Anak dan isteri saya selalu sakit, selama menempati rumah itu. Batuk, seolah tak pernah berhenti menyerang anak dan isteri saya. Mungkin karena temperatur daerah itu yang sangat dingin bagi ukuran anak dan isteri saya. Apa boleh buat, ahirnya rumah itu saya jual. Saya beranggapan rumah itu tak layak huni bagi kesehatan keluarga saya. Saya dan keluarga kembali ke rumah mertua. Saya kembali hidup serumah dengan bapak ibu isteri, adik dan kakaknya.

Seiring dengan dijualnya rumah kami, usaha saya juga tak menampakkan ada peningkatan. Apa-apa serba mahal. Modal yang ditanam tak sebanding dengan keuntungan yang saya peroleh. Sampai uang hasil menjual rumah saja nyaris habis tanpa bekas. Tak bisa saya gunakan kembali untuk membangun rumah baru.

Saya kembali belajar untuk hidup serumah dengan mertua. Teman-teman saya selalu mengatakan. “Kamu terlalu kuat untuk hidup dengan mertua. Apa resepnya?” saya tersenyum saja ditodong dengan pertanyaan semacam itu.

Mertua, bagi sebagian orang adalah sosok yang menakutkan. Momok besar bagi mereka yang terpaksa harus hidup serumah dengannya. Atau bahkan ada sebagian teman saya yang mengatakan, bahwa mertua adalah pembunuh kebebasan. Alasan teman saya karena katanya ia akan serba tidak bebas jika akan berlaku seenaknya di rumah mertua. Seperti pagi masih duduk di rumah sambil nonton TV, tidur di siang bolong saat orang lain sedang ada di tempat kerja dan sebagainya.

Saya tidak seratus prosen menyalahkan argumentasi teman saya itu. Tapi juga tidak mendukung seratus prosen atas apa yang ia katakan. Sebab tinggal dari sudut mana kita memandang mertua.Yang jelas hidup serumah dengan mertua itu harus mempunyai batas-batas tertentu. Tak hanya dengan mertua, hidup dengan siapapun sudah pasti harus ada batas-batas tertentu yang harus kita terapkan. Namun demikian, saya mempunyai resep tersendiri, kenapa saya tahan lama hidup serumah dengan mertua, padahal ada adik dan juga kakak isteri saya yang masih ada di rumah itu.

Yang pertama karena saya belum mampu lagi untuk secepatnya mencari rumah baru. Dengan kondisi seperti itu, akhirnya mau tidak mau saya harus serumah dengannya.

Saya mencoba belajar, bahwa orang tua isteri saya adalah orang tua saya juga. Dan bukan orang lain. Adik dan kakak isteri saya adalah adik dan kakak saya juga. Merekapun bukan orang lain.

Dan setelah menerapkan prinsip itu ternyata persaudaraan menjadi lebih erat. Sebab antara kami dan mereka bukanlah siapa-siapa. Toh setelah menikah, ”birrul walaidain” kita tak hanya sebatas kepada bapak dan ibu kita yang asli saja, tapi harus juga kepada orang tua isteri kita. Dengan resep itulah, saya bisa menganggap bahwa mertua adalah orang tua saya. Mertua adalah bukanlah sosok yang menakutkan selama perbuatan kita tidak keterlaluan. Dan yang lebih penting mertua adalah figur yang tidak boleh kita bedakan dalam hal berbakti padanya, selama masih dalam koridor syari’atNya. Termasuk hormat kita padanya adalah sama seperti hormat kita kepada orang tua asli kita.

sumber :
eramuslim (Sus Woyo)
26 Jul 06 06:28 WIB

Agar Istri Menghormati Suami

Moga berguna buat bekal temen temen yg bentar lagi mo nikah..heheheh :))
Apakah Anda sedang berusaha memperbaiki atau meningkatkan kualitas hubungan Anda dengan sang Istri? Ikutilah saran-saran berikut ini dan coba buktikan apa yang bisa dihasilkannya terhadap hubungan Anda berdua.


1. Jika Anda bersedia mendengarkan dan menerima nasehat/masukannya

Seringkali masukan sang istri sangat berharga, baik karena cara berpikirnya yang lain dibandingkan cara berpikir pria, sekaligus juga karena ia adalah seseorang yang berdiri di luar masalah Anda secara pribadi, namun yang terlibat dengan diri Anda dengan begitu dekatnya. Ketika seorang suami bersedia menghargai pendapat istri, kekaguman dan respek istri justru akan semakin besar.


2. Jika Anda bersedia menerima koreksi dari istri

Sebagian besar pria enggan untuk menerima koreksi disebabkan khawatir, kedudukan atau image mereka sebagai pemimpin akan luntur. Namun sesungguhnya, kerendahan hati untuk menerima koreksi dari orang yang paling dekat ini biasanya menunjukkan bahwa Anda akan lebih mudah terbuka terhadap koreksi dengan orang lain. Lagipula dalam hubungan yang sehat, ketika seorang suami bersedia mengakui kelemahan, kesalahan maupun kekurangannya, istri akan tahu bagaimana ia berperan untuk menjadi penolong yang baik bagi pasangannya ini, dan dengan demikian kasih diantara pasangan akan mengalir dengan lebih tulus.


3. Jika Anda meminta pendapatnya mengenai seperti apakah seorang suami yang ia harapkan

Hal ini sebetulnya lebih kepada berusaha membuat istri Anda bahagia karena Anda menaruh perhatian dengan apa yang akan membuatnya senang, bahagia dan puas, dalam hal hubungannya dengan Anda. Tentu saja sulit bagi Anda untuk memenuhi semua idealnya, tetapi dengan menanyakan ia tahu Anda ingin berusaha membahagiakannya, dan ini akan membuatnya sangat menghargai Anda.


4. Jika Anda mau mencari tahu makna sesungguhnya dibalik pendapatnya

Terkadang istri Anda akan mengatakan bahwa Anda "selalu" begini atau begitu, jika Anda tidak benar-benar merasa "selalu" begini atau begitu, jangan terburu-buru mengkonfrontasikannya dengan mengatakan: "Masak sih aku "selalu" begitu? kamu berlebihan, aku tidak pernah merasa begitu!" Suami yang bijak akan melihat ke balik perkataannya. Kata "selalu" mungkin dimaksudkannya untuk menekankan suatu pokok persoalan. Namun jika Anda berkebaratan, mengkomunikasikannya dengan istri untuk mendapatkan konfirmasi yang sesungguhnya dari pilihan katanya itu, jauh lebih bijaksana. Mintalah ia memikirkannya lagi dalam satu-dua hari, apakah ia benar-benar memaksudkannya demikian. Jangan seperti kebanyakan pria yang menolak mendengarkan koreksi atau harapan istri hanya karena istri mempergunakan pilihan kata yang tidak sesuai dengan Anda.


5. Jika Anda bersedia meresapkan perkataanya

Tahanlah diri Anda untuk tidak segera memberi tanggapan sampai Anda sepenuhnya bisa menerima apa yang disampaikannya, baik yang tepat maupun yang tidak tepat. Jika Anda harus menyampaikan ketidaksetujuan Anda akan pendapatnya, tunggulah beberapa waktu dulu, sehingga ia tahu Anda sudah benar-benar memikirkan masukannya. Dan jika Anda menyampaikan "pembelaan" Anda terhadap pendapatnya, bisa jadi itu juga akan membuatnya semakin memahami Anda dengan benar, dan pada waktu-waktu selanjutnya, sikap Anda tidak disalah mengerti lagi.


6. Jika Anda bertanggung jawab atas kelalaian Anda

Sikap ini merupakan teladan yang terpuji, baik bagi anak-anak maupun pasangan Anda. Hal ini memberikan rasa aman, sebab mereka dapat mengandalkan Anda. Gagasan yang bagus juga jika Anda menetapkan aturan bersama mengenai sanksi apa yang patut Anda terima jika Anda berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya.


7. Jika Anda bersedia meminta maaf

Permintaan maaf yang tulus memulihkan hubungan yang tidak nyaman. Mungkin Anda pernah bersikap tidak menghargai pendapat atau masukannya di waktu lalu, maka dia enggan untuk memberikannya ketika Anda memintanya. Dengan meminta maaf, komunikasi bisa dimulai kembali. Mungkin Anda pernah berlaku egois atau menyepelekannya, istri biasanya sensitif dengan hal ini. Meminta maaf perlu sekali untuk memulihkan segalanya.


8. Berterima kasihlah atas nasehatnya

Ungkapan terima kasih ibarat aspal untuk menghaluskan jalan. Dengan melapisi komunikasi Anda dengan memberikan ungkapan terima kasih yang tulus atas masukan istri, ia akan menjadi lebih lembut dalam berkomunikasi dengan Anda, sebab ia tidak perlu mengomel kepada seseorang yang berterima kasih padanya. (Hanya, jangan sampai ungkapan terima kasih ini sekedar olok-olokan, supaya ia menghentikan pendapatnya!!)

Boleh Berduaan Bila Terawasi

Kutipan dari buku Muhammad Shodiq, Wahai Penghujat `Pacaran Islami'
(Surakarta: Bunda Yurida, Desember 2004), Bab 3, akhir pasal ketiga:

"`Awaslah kalian masuk ke tempat wanita.' Seorang pria Anshar bertanya, `Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan ipar [dan semisalnya dari kalangan
kerabat suami, seperti anak paman dan lainnya]?' Beliau menjawab, `Ipar itu maut.'" (HR Bukhari dan Muslim) "Janganlah seorang lelaki berduaan dengan seorang perempuan, kecuali disertai mahramnya." (HR Bukhari) "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir janganlah ia berduaan dengan lawan-jenis yang tidak didampingi muhrimnya. Sebab, bila demikian, syetanlah pihak ketiganya." (HR Ahmad)

Mungkin atas dasar sabda-sabda itu, sebagian orang mengharamkan
segala macam aktivitas berduaan pria-wanita yang tidak ditemani muhrim. Ada yang berpandangan, ngobrol berdua dan jalan-jalan berdua merupakan "perbuatan dosa" (JNC: 173). Pergi berdua ke tempat pengajian pun, menurut mereka, tergolong "berkhalwat" yang terlarang (KHP: 153). Kata mereka pula, berkencan (berjanji untuk bertemu) sudah tergolong "maksiat" (PDKI: 69).

Kita terimakah pandangan mereka itu? Tidak! Mengapa? Karena, sebagaimana dalam persoalan ikhtilat dan asmara pranikah, pemahaman mereka terhadap hadits-hadits itu belum memadai. Kali ini, mereka belum menghimpun semua hadits (shahih dan hasan) mengenai `berduaan'. Padahal, sebagaimana tersebut di bawah, ada hadits-hadits shahih lain yang menunjukkan, ada kalanya berduaan itu tidak tercela.

Dapatkah dua macam hadits yang kelihatannya bertentangan tersebut
dijamak (dikompromikan)? Ya. Mengapa? Karena yang satu (yaitu yang menunjukkan larangan berduaan) bersifat `âm (umum), sedangkan yang lainnya (yaitu yang menunjukkan bolehnya berduaan) bersifat khâs (khusus). Menurut kaidah ushul fiqih, dalam penjamakan begitu, dalil yang khâs lebih diutamakan daripada yang `âm. (Lihat MTKDS: 134-146.) Hasilnya, dapat kita nyatakan bahwa kita boleh berduaan dalam keadaan tertentu, tetapi tidak boleh berduaan dalam keadaan lain.

Salah satu hadits shahih yang menunjukkan bolehnya kita berduaan
adalah sebagai berikut: Ada seorang perempuan Anshar mendatangi Nabi saw, lalu beliau berduaan dengannya dan berkata: "Demi Allah! Sungguh kalian [orang-orang Anshar] adalah orang-orang yang paling aku cintai." (HR Bukhari dan Muslim) Melihat hadits ini, Imam Bukhari menyatakan, kita boleh berkhalwat "di dekat orang banyak" (KW2: 124).

Maksudnya, menurut Hafizh Ibnu Hajar, Nabi saw. tidak berkhalwat dengan nonmuhrim, kecuali bila keadaan mereka berdua tidak tertutup dari pandangan mata orang lain dan suara mereka berdua dapat terdengar orang lain, walaupun orang lain itu tidak bisa menangkap dengan jelas apa yang mereka perbincangkan (FBSSB11: 246-247). Jadi, bukanlah tak berdasar jika kita nyatakan: Kita boleh berduaan bila
terawasi, yaitu dalam keadaan yang manakala terlihat tanda-tanda zina, yang `kecil' sekalipun, "akan ada orang lain yang menaruh perhatian dan cenderung mencegah perbuatan ini". (MCMD: 130)

Hadits tersebut juga menunjukkan, dalam pemahaman Ibnu Hajar, bahwa
ngobrol berdua dengan nonmuhrim secara rahasia (isinya tidak tertangkap orang lain) pada dasarnya tidak tercela. Sekalipun obrolan itu berisi "curhat masalah pribadi" (JNC: 43), itu pun masih tidak tercela. Apalagi, ada hadits shahih lain tentang curhat Ummu Darda kepada Salman, saudara-angkat Abu Darda (suami Ummu Darda): "Salman
melihat Ummu Darda memakai pakaian yang sudah usang. Karena itu, ia bertanya: `Ada apa denganmu?' Ummu Darda menjawab: `Saudaramu, Abu Darda, tidak begitu peduli pada dunia.' ...." (HR Bukhari) Tidak tercelanya curhat masalah pribadi dan khalwat yang terawasi itu tersirat pula dalam hadits shahih berikut ini.

Ada seorang wanita punya persoalan yang mengganjal pikirannya. Dia [menemui Nabi saw. lalu] berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ada perlu denganmu." Nabi saw. menjawab, "Wahai Ummu Fulan! Pilihlah jalan mana yang kamu inginkan, sehingga aku bisa memenuhi keperluanmu!" Kemudian beliau pergi bersama perempuan itu melewati satu jalan sampai keperluannya selesai. (HR Muslim)

Di samping tentang curhat dan berduaan, hadits yang baru saja kita baca ini mengandung peristiwa kencan juga. Dengan demikian, kencan (saling bertemu di tempat yang disepakati) bukanlah khalwat yang terlarang. Bahkan, kendati kencan itu berlangsung antarlawan-jenis yang dilanda asmara, itu pun tidak tercela. (Lihat pula hadits yang disebut di Bab 2, yaitu yang mengisahkan percintaan seorang pemuda
dengan seorang gadis Hubaisy.)

Namun, tentu saja, syarat `terawasi' harus terpenuhi. Jika tidak, maka kita harus memperhatikan nash-nash yang telah kita simak tadi, yaitu yang menunjukkan larangan khalwat. Kalau berduaan "tanpa sepengetahuan orang lain" (PIA: 37), maka khalwat itu menjadi terlarang.


Daftar Pustaka

FBSSB Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bârî fî Syarh Shahîh al-Bukhârî

JNC Oleh Solihin dan Iwan Januar, Jangan Nodai Cinta (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)
KHP Robi'ah Al-Adawiyah, Kenapa Harus Pacaran?! (Bandung: DAR! Mizan, 2004)
KW Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, enam jilid, terj. Chairul Halim & As'ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 1997-1998)

MCMD Aisha Chuang, Manajemen Cinta Musim Dingin: Ada ukhuwah abang disayang, tak ada ukhuwah abang ditendang (Surakarta: Bunda Yurida, 2003)

MTKDS Muhammad Wafaa, Metode Tarjih atas Kontradiksi Dalil-dalil Syara', terj. Muslich (Bangil: Al-Izzah, 2001)

Bila Bosan Melanda Rumah Tangga

Rasa bosan pasti pernah singgah dalam kehidupan rumah tangga Anda. Bahkan mungkin suatu waktu akan datang kembali. Perasaan bosan itu ibarat gelapnya malam yang memang harus Anda lalui untuk kemudian Anda menikmati indahnya pagi dan hangatnya mentari.

Rasa bosan dalam kehidupan berumah tangga adalah wajar, mengingat memang tidak ada yang sempurna dalam kehidupan di dunia ini. Maka setinggi apa pun prestasi, kebaikan atau keistimewaan, selama masih ada di dunia, pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Artinya seistimewa apapun pasangan hidup Anda, pasti punya kekurangan. Akibatnya kebosanan-kebosanan menyergap kehidupan rumah tangga Anda. Tiba-tiba Anda merasa bosan pada keadaan rumah, bosan terhadap penampilan pasangan, bosan terhadap keadaan anak-anak, atau bosan menghadapi segala permasalahan rumah tangga.

Rumah tangga yang disergap kebosanan biasanya diwarnai dengan sikap yang serba tidak maksimal. Suami tidak maksimal mengelola ke-qowamannya dalam rumah tangga sehingga berimbas pada sikap istri yang juga tidak maksimal dalam melayani suami, juga dalam menjaga amanah rumah dan anak-anak. Bisa jadi, suami-istri pun tidak maksimal mengekspresikan rasa cinta kasihnya. Akibatnya muncul ketegangan atau bahkan sikap apatis, suami-istri berjalan sendiri-sendiri mengikuti idealisme masing-masing. Rasulullah SAW mewanti-wanti agar jika muncul rasa bosan atau jenuh, pelampiasan yang dipilih hendaknya tidak keluar dari kebenaran sebagaimana sabda beliau ini :

"Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat itu ada masa futur (bosan). Barang siapa yang ketika futur tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuj dan barangsiapa yang ketika futur berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat" (Al-Bazaar)

Penyebab Munculnya Rasa Bosan

Rasa bosan dalam kehidupan rumah tangga berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Secara internal, rasa bosan seorang suami atau istri berkaitan dengan apresiasi dirinya terhadap kondisi rumah tangganya. Mungkin seorang suami melihat keadaan rumah yang tidak rapi setiap pulang kerja. Atau istri mendapati suami pulang kerja dengan setumpuk permasalahan kantor yang kemudian menjadi pekerjaan rumah. Tidak ada waktu untuk bercengkrama atau sekedar ngobrol sehingga rumah tangga rasanya seperti angin lalu, tanpa ruh. Atau suami mengingnkan istri siap jika dia memerlukan teman diskusi pekerjaan kantor. Di sisi lain suami tidak peduli pada pekerjaan rumah tangga istri yang tidak henti-hentinya. Artinya, di satu sisi suami atau istri mengharapkan pasangannya memahami namun di pihak lain tidak ada itikad yang memudahkan harapan itu bisa terealisasi.

Secara eksternal, sebab-sebab munculnya rasa bosan berasal dari hal-hal di luar diri. Mungkin memang sudah saatnya Anda mengubah posisi tempat tidur atau mengganti gorden kamar Anda. Mungkin saatnya juga Anda mengganti warna cat rumah dengan warna yang lebih segar. Anda juga mungkin sudah saatnya mencoba menu makanan baru atau mengganti penampilan di depan suami Anda.

Ada tiga hal yang diindikasikan menjadi penyebab munculnya rasa bosan untuk Anda kenali:

1. Anda melakukan kesalahan berulang-ulang. Bisa jadi istri memasak terlalu asin dan itu terjadi berulang kali untuk masakan kesukaan suami. Istri kembali memakai baju warna gelap yang tidak disukai suami. Atau suami selalu menyimpan baju-baju kotor di belakang pintu sehingga istri harus sering razia baju kotor. Dengan demikian Anda berdua sudah terperosok dua kali pada lubang yang sama. Akibatnya Anda berdua merasa bosan dengan keadaan yang terus berulang, sementara Anda berdua tidak menghendaki keadaan seperti itu terjadi.

2. Beban Anda memang berat dan tidak pernah henti. Mungkin istri aktivis kegiatan sosial atau bahkan bekerja sehingga ketika sampai di rumah ingin suasana yang sedikit santai untuk mengendorkan urat saraf, sementara suami datang dengan segudang permasalah kantor dan tuntutan pelayanan dari istri. Atau mungkin kondisi ekonomi rumah tangga kurang mencukupi sehingga suami dan istri harus sama-sama bekerja keras. Kendati begitu ternyata gaji berdua tidak cukup untuk membayar rekening-rekeining tagihan. Fisik lelah dan fikiran jenuh, akhirnya tidak ada waktu lagi untuk sekedar bermanis-manis dengan pasangan. Yang ada adalah ketegangan-ketegangan yang lama kelamaan menimbulkan kebosanan-kebosanan dalam menghadapi permasalahan hidup.

3. Idealisme Anda terlalu tinggi. Apapun yang tidak seimbang akan berakhir pada kebosanan. Harapan yang terlalu tinggi pada pasangan akan menimbulkan kekecewaan jika ternyata pasangan tidak mampu memenuhi harapan Anda. Misalnya saja, Anda menginginkan suami selalu bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan karena bagi Anda suami ideal adalah suami yang selalu tegar menghadapi masalah rumah tangga. Namun ternyata suami Anda malah down. Anda mengharapkan istri Anda bisa berbisnis sepeerti istri-istri yang lain yang bisa menambah income bulanan dengan berbisnis busana muslim. Kenyatannya istri tidak berbakat dagang sehingga tidak balik modal. Akhirnya Anda patah arang, lalu malah tidak semangat lagi mengejar harapan itu. Akhirnya Anda pun bosan mengejar sesuatu yang memang tidak bisa ANda paksakan kepada pasangan Anda.

Kebosanan yang Melahirkan Kekuatan Baru

Tidak sedikit orang yang menjadikan kebosanan sebagai antiklimaks yang mengawali sikap atau perilaku buruk. Mereka berdalih mencari kompensasi rasa bosannya itu dengan mengerjakan hal-hal negatif dengan dalih untuk mencari suasan baru. Padahal jika disikapi dengan baik, kebosanan akan memunculkan kreativitas yang melahirkan kekuatan baru.

Berikut Tips-tips yang bisa Anda Simak :

a. Perbarui niat. Setelah sekian lama berumah tangga, ada saatnya Anda berdua menekan tombol pause untuk merenung. Mungkin karena kesibukan urusan kantor atau rumah, Anda berdua tidak sempat saling mengingatkan pada niat semula menjalani rumah tangga sebagai ibadah. Anda berdua perlu mengukur kembali keikhlasan Anda dalam menghadapi berbagai problematika rumah tangga, Keikhlasan adalah sumber kekuatan jiwa dan fisik sehingga Anda akan kuat menjalani kondisi apapun dalam hidup.

b. Susunlah perencanaan dan manajemen rumah tangga Anda. Kebosanan banyak datang karena tidak adanya perencanaan dan manajemen yang baik dalam menata aktivitas rumah tangga. Akibatnya tenaga, pikiran, waktu dan dana tidak terpakai untuk hal-hal penting.

c. Pahami keutamaan-keutamaan amal. Allah akan memberikan ganjaran untuk pekerjaan yang dilakukan dengan dasar ikhlas dan benar. Lelahnya suami mencari nafkah dihitung sebagai fi sabiilillah. Peluh, kelelahan dan kesulitan dalam mencari nafkah akan memperoleh pahala besar. Pekerjaan istri mengurus rumah tangga dengan benar dan ikhlas akan mengantarkannya ke surga yang dijanjikan Allah kepada hamba-Nya yang beramal shaleh.

d. Ajaklah pasangan Anda melakukan ibadah sunnah berdzikir, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah ketika kita diterpa kegelisahan dan rasa bosan adalah di antara kebiasaan yang dilakukan salafuushaleh. Allah akan menyertai orang-orang yang menjalankan amalan-amalan sunnah setelah menjalankan amalan-amalan wajib.

e. Bercerminlah pada orang lain. Anda berdua bisa bertanya kepada orang-orang tua atau yang lebih berpengalaman tentang kiat-kiat mereka mengatasi kelelahan atau kebosanan dalam menjalani cobaan-cobaan hidup. Uraian mereka akan memacu semangat Anda dalam mengatasi kebosanan.

***

Tulisan ini diambil dari majalah Safina, No 5/ Th II bulan Juli 2004

Ukhti,...Bolehkah Aku Meminta Fotomu?

Ukhti,...sebelum tiba ke dalam gerbang pernikahan biasanya engkau akan mengalami ihwal melihat calon pasanganmu. Baik si dia maupun engkau masing-masing ingin tahu lebih banyak tentang calon yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dan,..memang itu tidak salah bahkan islam menganjurkan agar calon suami ukhti melihat dirimu, karena agama kita ini adalah agama yang hanif yang tidak memuat kecurangan ataupun membuat rugi pemeluknya maka engkau akan melihat betapa sempurnanya dienmu ini.Bila masa itu tiba, dan engkau ingin dilihat olehnya, maka persiapkanlah dirimu dengan sebaik-baiknya biarkan ia melihatmu jangan engkau tutupi segala kekurangan yang ada padamu karena itu akan membawa penyesalan nantinya adapun kelebihan yang ada pada dirimu maka pertahankanlah, jadilah dirimu sendiri, inilah aku apa adanya, semoga engkau menjadi suka padaku karena Allah semata.

Tapi terkadang diantara engkau ya ukhti,.....dihadang pada suatu masalah ketika calonmu jauh darimu sehingga ia tidak bisa melihatmu secara langsung. Maka ia akan meminta foto dirimu. Agar bisa melihatmu dengan lebih dekat dan lebih pribadi. Atau terkadang diantara calon yang ingin melamarmu walaupun sudah melihatmu tapi masih juga menginginkan foto dirimu, maka apa yang akan engkau lakukan?? ketika calonmu mengatakan, Ya ukhti... bolehkah aku meminta fotomu??

Tunggu dulu jangan engkau beri jawaban, iya....karena dengan alasan ia ingin menikahimu maka engkau begitu mudah untuk memberikannya. Bagaimana kalau ia tidak jadi menikahimu?? bisakah engkau meminta fotomu kembali? apakah engkau yakin ia bisa menjaga amanah untuk tidak memperlihatkan fotomu kepada orang lain selain kedua orang tuanya? ah,..mungkin kau berfikiran....inikan hanya sebuah foto! masalah kecil...coba baca keterangan ulama tentang masalah ini agar hatimu tenang dan engkau tidak membuat kesalahan yang fatal.

Ukhti muslimah, sebelum aku menjelaskannya kepadamu,...maka wajib bagimu untuk mengetahui secara detail tentang hukum memandang ini (nazhar).Berangkat dari sebuah hadits mulia yang disampaikan oleh sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini, siapa lagi kalau bukan beliau Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wassalam bersabda:

Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang wanita sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya”(HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari hadits Jabir Radhiyallahu anhu)

Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Mughirah bin Syu’bah bahwasanya ia melamar seorang wanita maka Rasulullah bersabda:

Lihatlah ia karena itu lebih melekatkan kalian berdua”

Dan, diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya seorang pria melamar seorang wanita, lalu beliau bertanya, “Apakah engkau telah melihatnya?” ia berkata:”belum”. Beliau bersabda,”Pergilah dan lihatlah ia”.

Dari hadits-hadits diatas dapat kita fahami bahwa islam mensyariatkan calon suami untuk melihat wanita yang akan dinikahinya.Karena sungguh faidahnya yang besar yaitu akan membawa kepada kedekatan diantara kedua belah fihak. Masing-masing akan tahu kelebihan dan kekurangan calon pasangannya.

Tentang masalah memandang ini maka engkau akan dapati perbedaan pendapat dikalangan ulama. Menurut jumhur ulama, “Diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya”,akan tetapi mereka tidak diperbolehkan melihat kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya”. Sedangkan Al-Auza’i mengatakan:”Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendaki, kecuali aurat”.

Adapun Ibnu Hazm mengatakan:”Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya”. Bersumber dari Imam Ahmad, terdapat tiga riwayat mengenai hal lain.

pertama, seperti yang diungkapkan jumhur ulama

kedua, melihat apa-apa yang biasa terlihat

ketiga, melihatnya dalam keadaan tidak mengenakan tabir penutup (jilbab).

Jumhur ulama juga berpendapat: “Diperbolehkan melihatnya, jika ia menghendaki tanpa harus minta izin terlebih dahulu dari wanita yang hendak dilamarnya (secara sembunyi-sembunyi)”. Adapun menurut Imam Malik, dari sebuah riwayat bahwa beliau mensyaratkan adanya izin dari wanita tersebut.

Setelah engkau mengetahui dalil tentang hukum memandang (nazhar) yang akan dipinang maka kita kembali kemasalah diatas yaitu ketika ia berusaha untuk meminta foto dirimu, dengan berbagai alasan yang dia ungkapkan kepadamu agar engkau memberikannya. Ya,..mungkin hati kecilmu akan mengatakan hanya sebuah foto,...tidak apa-apa! mungkin engkau telah siap memasukkannya dalam sebuah amplop untuk diberikan kepadanya, foto terbaik yang ada padamu atau bila engkau sama sekali tidak memilikinya maka engkau mungkin akan beranjak pergi ke studio foto agar mereka bisa mengambil gambarmu...

Baiklah,..ukhti muslimah saudaraku fillah,...mari kita simak fatwa dari ulama kita tentang masalah ini,..sungguh aku berharap kepadamu setelah engkau mengetahuinya maka engkau aka berubah fikiran.Inilah jawaban beliau dari sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya (semoga Allah merahmatinya).Ada seorang lelaki yang bertanya kepada Syaikh Utsaimin,”Apakah aku boleh meminta foto wanita yang aku pinang untuk dilihat?”

Maka beliau menjawab: TIDAK BOLEH, karena beberapa sebab:

1. Kemungkinan foto tersebut akan disimpan oleh pelamar, meski ia tidak jadi menikah.

2. Foto tersebut tidak bisa mewakili keadaan orang yang sebenarnya, karena terkadang rupa yang bagus menjadi jelek atau sebaliknya (menjadi bagus) disebabkan foto.

3. Tidak pantas bagi seorangpun untuk memberikan peluang kepada orang lain mengambil foto salah satu anggota keluarganya, baik anak wanita, saudara wanita atau yang lain. Hal tersebut tidak boleh karena megandung fitnah. Boleh jadi foto tersebut jatuh ketangan orang-orang yang fasik, sehingga anak-anak wanita kita akan menjadi bahan tontonan. Jika ia berwajah cantik ia menjadi fitnah bagi banyak orang, namun jika ia berparas kurang rupawan maka ia akan menjadi bahan cercaan orang.(Fatwa Ibnu Utsaimin 20/810)

Jelaslah sudah nasehat yang disampaikan ulama kepada kita, semuanya untuk kemaslahatan kita, para muslimah agar terhindar dari fitnah. Karena itu, bila calonmu meminta fotomu maka kini engkau telah tahu jawabannya. Semoga engkau tidak tertipu oleh bujuk rayunya. Jadilah wanita mulia yang terhormat, Sungguh bila engkau perhatikan , hanya dienmu ini (islam) yang mengangkat derajatmu dan memuliakan dirimu. Semoga Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, para istrinya dan keluarganya dan sahabatnya hingga hari akhir.Wallahu ‘alam bish-shawwab.

Sumber rujukan:

1. Fiqh Wanita, hal :399-340, Syaikh Kamil Uwaidah, Pustaka Al-Kautsar,Jakarta, 1999M.

2. Fatwa-fatwa Muslimah,hal : 253-254,Darul Falah, Jakarta,200M

3.Fatawa Liz Jauzain, Hal:23-24, Media Hidayah, Jogjakarta,2003M

Jangan Biarkan Tawaran Mulia itu Berlalu

Kebanyakan Akhwat ketika di tanya Ikhwan kayak apa sih yang di ingini? Mak jawaban sebagian besar mereka adalah berakhlaq bagus, berpendidikan tinggi kalau perlu lulusan luar negeri Jepang misalnya, berwawasan luas, dan satu yang tidak kalah pentingnya berwajah tampan atau ganteng mirip-mirp dikitlah dengan bintang film. Jik perlu yang sudah mempunyai rumah dan kendaran Pribadi yang menandakan sang ikhwan telah mandiri dan terlepas dari tanggungan orang tuanya. Tetapi jikapun sang ikhwan telah memiliki yang sifatnya dunawi diatas, akhwat tetap berharap ikhwanya rendah hati, bersahaja, Tidak sombong, dermawan, ramah dengan siapa saja,berpengaruh di lingkugnanya. Pertanyaanya adalah SALAHKAH JIKA ADA AKHWAT MENDAMBAKAN PANGERAN CINTANYA SEPERTI DIATAS?

Maka Jawabanny adalah siapa yang larang? Hokum ALLAH Swt saja tidak ada yang melarangnya?Sok cari dalam Alqur’an kalau memang ada. Bahkan untuk mendapatkan yang se ideal diatas sebagian wanita ada yang rela dan ikhlas diriny adi jadikan istri kedua, ketiga atau keempat walaupun tidak salah. Dan kreteria ikhwan di atas adalah dambaan semua makhluk yang bernama wanita. Sehingga karena tuntutan kreteria di ataslah begitu banyak ikhwan menunda pernikahannya, sekitar tahun 2002 yang lalu, teman-teman ikhwan seringkali berbicara ( baca : ngerumpi ) tentang pernikahan, kemudian di saat sedang asyiknya membicarakan akhwat kayak apa yang menjadi kreteria mereka saya dating dan kemudian bertanya : “ Akhi, Mengapa tidak menikah aja sekarang? Bukankah antum sudah mempunyai pekerjaan tetap? Jawaban sang ikhwan adalah “ Ana menunggu punya rumah dulu “, kemudian ikhwan lainnya menjawab juga “ kalau ana menunggu tamat kuliah “, “ kalau ana menunggu berpenghasilan minimal 700 ribu “ dan banyak lagi alasan lain ketika di sodorkan pertanyaan “ Mengapa antum nggak nikah aja sekarang dari pada membicarakan pernikahan terus menerus tetapi realisasi nggak ada “, padahal menurut saya mengapa nda harus menunggu punya mobil, puny rumah, punya penghasilan 1 juta, atau sudah jadi orang terkenal, karena tidak ada akhwat yang tidak mau dengan anda jika andasudah kayak KH. Abdullah Gymnastiar misalnya, Ust. Arifin Ilham misalnya dan mereka telah memiliki segalanya, justru di saat engkau belum jadi siapa2 dan belum memiliki apa2 MENIKAHLAH, berarti akhwat itu adalah bidadari bisa menerima anda dalam kondisi antum tidak seideal harapan kebanyakan akhwat di atas.

Biasanya Akhwat yang memberi kreteria yang tinggi seperti itu adalah akhwat yang memiliki paras cantik, jenjang pendidikan yang tinggi, tingkat kemapanan ekonomi yang mantap, lingkungan dan pergaulan yang ekslusif, sehingga para akhwat memiliki harga mahal untuk bisa memilikinya, padahal yang harus kita fahami secara mendalam adalah urusan JODOH telah tertulis sebelum kita lahir ke muka bumi ini.

Terlebih sang akhwat masih di usia 21 tahun, duh….kecendrungan penilaiannya pada fisik ( Tampan dan Berduit ) sebagaimana pernah di akui seorang akhwat yang di banggakan seorang cewek dari cowoknya adalah gajinya sebulan yang gede, Kemdian bisa membelikan barang-barang yang di pintanya, kemudian idola para akhwat sehingga dia adalah pemenang yang bisa mendapatkan hati sang ikhwan.

Tetapi berbeda ketika usia sang akhwat masuk usia ke 26 ke atas, biasanya sudah mulai kendor kreterianya karena jika terlalu mematok kreteria tinggi tidak akan ada ikhwan yang mau menghampiri, terlebih usianya masuk ke 34 tahun maka ucapan sang akhwat adalah “ Yang Hanief aja deh kalau yang Militan nggak ada “.

Alangkah ahsannya jika kita mematok kreteria sesuai dengan kualitas Iman dan taqwa kita dan saya selalu mengulang kata “ Jika kita mengharap Ikhwan seperti ALI BIN ABI THALIB maka kita harus sudah menjadi seperti FATIMAH AZZAHRA”

Dan Saya salut pada para akhwat yang tetap istiqomah mematok kreteria yang dahsyat tingginya walaupun mereka udah hampir berusia 36 keatas,mereka yakin ALLAH sedang menguji kesabaran, untuk itu bersabarlah di masa penantian, tetapi jangan pula ketika ada yang dating menawarkan diri untuk menikahi hanya karena kreteria awal tidak terpenuhi akhirnya di tolak “ ingat, ujian ALLAH tidak sekedr menguji kesabaran kit menunggu tetapi kesabaran kita untuk menerima uyang telah di tawarkan ALLAH Swt karena bias any tawaran mulia itu hany sekali, kesempatan itu tidak pernah dating kedua kalinya “

Kepada yang masih berusia 20 an saya berpesan, tidak ada salahnya menerima ikhwan yang sholeh walau mungkin wajahnya tidak seperti yang kita harapkan, tetapi sadarilah jika dia sudah baik agamanya mungkin saja dia dalah pangeran cinta yang sengaja di kirim ALLAH untuk anda, jangan sampai tawaran mulia itu berlalu dan pada akhirnya ALLAH menambah ujiannya padamu dengan tidak memberikan satu ikhwanpun untuk menjadi suamimu.

NB. Sebuah Catatan Penting yang perlu Akhwat perhatikan dalam usia pernikahan ( Af1, bukan ana bermaksud menakut-nakuti ) tetapi inilah hasil riset para dokter bahwa menikah pada usia 34 keatas bagi wanita akan rawan kemandulan, jikapun hamil maka ke khawatiran yang muncul adalah persalinan yang sulit dan peluang lahirnya anak yang cacat cukup besar.Kecuali ALLAH berkehendak lain dengan Iradat-NYA.Wallahu ‘alam

Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhani (Adi Supriadi)

Bagaimana Mendapat Pasangan Yang Ideal

Pertanyaan :

Saya seorang gadis usia hampir 29 tahun. Berjilbab, dan kini bekerja sebagai karyawati swasta. Sejak kecil saya bercita-citaa ingin mendapatkan suami yang sholeh. Dan saya pun punya keinginan dalam menuju pintu gerbang pernikahan dilakukan dengan prinsip Islam. Dan alhamddulillah sejak kecil sampai kuliah dan sekarang dalam pergaulan saya mampu menjaga prinsip-prinsip Islam.

Namun kiranya Allah berkehendak menguji kesabaran dan tingkat keimanan hamba-Nya. Beberapa kali saya didekati pemuda yang berkeinginan menjadikan saya sebagai istrinya, tetapi kandas ditengah jalan karena kenyataannya sebagian mereka menginginkan berpacaran terlebih dahulu sebelum memasuki gerbang pernikahan, sedangkan saya tetap berpegang teguh pada prinsip Islam yang saya pegang. Dan yang menjadi masalah bagi saya sekarang adalah orang tua saya sudah sepuh(tua) dan sering sakit. Oleh karenanya mereka menginginkan sekali agar saya segera menikah, agar dihari tuanya mereka dapat melihat kebahagiaan anaknya dan melihat kelahiran cucu-cucunya. Ustadz, langkah apa yang harus saya tempuh agar keinginan saya segera tercapai. (Hamba Allah)

Jawaban :

Nikah itu tidak seperti membeli jajan atau pakain, yang sewaktu-waktu jika kita ingin tinggal ke pasar dan membeli sesuai dengan yang kita inginkan. Untuk mendapatkan jodoh memang sulit-sulit gampang. Kalau sudah ketemu jodohnya terasa sekali perjalanannya seperti ada yang membimbing.

Kepada Anda dan para pembaca yang senasib dengan Anda, kami mencoba untuk memberikan beberapa saran :

Pertama, ubahlah nasib Anda dengan ikhtiar. Banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan meminta ustadz atau guru agama untuk mencarikan lelaki yang mau menikahi Anda. Anda jangan ragu atau malu untuk menyampaikan hal itu. Pernikahan itu suci, fithrah, dan sangat manusiawi. Usaha Anda melakukan hal ini termasuk ibadah.

Kedua, ubahlah sikap Anda. Jangan menampakkan sikap keras dan kaku, sehingga belum apa-apa lelaki yang ingin menaruh perhatian kepada Anda justru lari ketakutan. Jangan curiga kepada semua lelaki bahwa mereka hanya ingin mengajak Anda berpacaran. Lelaki yang ingin mengetahui calon istrinya adalah wajar, sebagaimana Anda juga ingin mengetahui setiap lelaki yang ingin mendekati Anda.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana kedua bisa saling mengetahui tanpa harus berpacaran, misalnya. Ini tinggal memformat pertemuannya sana. Ini persoalan teknis yang bisa diatur jika ada kemauan bersama untuk menjaga syari’at. Dalam hal ini hak-hak lelaki yang ingin mengetahui bakal calonnya hendaklah Anda penuhi. Bersamaan dengan itu Anda tetap wajib menjaga ketentuan agama. Untuk itu kami sarankan Anda ‘nyunnah’ saja. Jangan berlebih-lebihan, tapi jangan pula terlalu longgar.

Ketiga. Selain berusaha, kami sarankan Anda lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah swt. Berdo’alah, dan jangan bosan-bosan meminta kepada Allah agar diberikan jodoh seorang lelaki shaleh yang membawa kebaikan hidup Anda di dunia dan akhirat. Mintalah kepada-Nya, mudahkanlah. Tak lupa, ajak pula keluarga Anda, terutama ayah dan ibu untuk mendo’akan hal yang sama. Rasulullah sendiri tidak lupa mendo’akan Fathimah, putrinya agar dipertemukan dengan seorang lelaki yang terbaik untuknya.

Keempat, jika semua usaha itu telah Anda lakukan dengan sebaik-baiknya, maka pasrahkan seluruh urusan itu kepada Allah swt. Biarlah Allah sendiri yang menentukan apa yang terbaik menurut-Nya. Insya-Allah segala yang baik menurut kehendak Allah itulah yang terbaik bagi Anda.

Terakhir, ingatlah bahwa kehidupan di dunia ini ujian dari Allah swt. Setiap manusia diuji dengan berbagai macam ujian. Ada yang diuji dengan harta kekayaan, anak keturunan, kesehatan, dan ada pula yang diuji dengan lambatnya pernikahan. Sadarlah bahwa saat ini kita sedang dalam ujian. Hanya soalnya saja yang beragam